5 Bom yang Digunakan Negara Zionis untuk Hancurkan Gaza
Oleh: Shadi Abdul Hafiz
Bom Mark-84 buatan Amerika (Shutterstock)
Aljazeera Net - Terakhir diperbarui: 28/3/2025 06:24 (Waktu Mekkah)
Pada akhir Januari 2025, situs web Amerika Axios, mengutip tiga pejabat senior Israel, mengungkapkan keputusan yang diambil oleh Presiden AS Donald Trump untuk mencabut larangan yang diberlakukan oleh pendahulunya, Joe Biden, untuk memasok bom-bom berat berukuran 2.000 pon yang dialokasikan bagi Israel.
Menurut laporan, sekitar 1.800 bom Mark 84, yang disimpan di gudang militer AS, dijadwalkan untuk dimuat ke kapal angkut militer, menuju pantai Israel.
Pada pertengahan Februari, hal ini tidak menjadi rahasia lagi. Kementerian Pertahanan Israel mengumumkan bahwa mereka telah menerima pengiriman tersebut, sementara Menteri Pertahanan Israel Yisrael Katz menyatakan bahwa bom tersebut merupakan "penambahan strategis yang penting."
Bom Mark-84 buatan AS mampu menciptakan ledakan besar yang dapat menghancurkan struktur besar dan menciptakan kawah besar di bumi (Associated Press)
1. Mark- 84
Kejadian ini hanyalah satu episode dalam serial panjang yang berulang . Antara tahun 2023 dan 2025, di tengah serangan udara Israel yang gencar terhadap Jalur Gaza. Senjata Amerika tampak jelas terlihat jelas berada di belakang medan tempur, dengan bom Mark-84 mendominasi dan menjadi yang paling banyak digunakan.
Tingkat penggunaannya telah mencapai titik yang tidak dapat diabaikan lagi, dan telah menjadi kesaksian yang memberatkan atas berbagai pelanggaran berulang kali Israel terhadap hukum humaniter internasional dengan cara menargetkan warga sipil dan infrastruktur.
Pada bulan Oktober 2024, hasil studi terperinci diumumkan, yang mengungkapkan bahwa antara 7 Oktober dan 17 November 2023, Angkatan Udara Israel menjatuhkan sedikitnya 600 bom Mark-84, yang masing-masing seberat 2.000 pon (satu pon sama dengan 0,453 kilogram), di daerah-daerah berpenghuni dan sangat sensitif, termasuk rumah-rumah sakit. Ini bukan hanya sekedar angka; tapi ini merupakan adegan yang berulang atas gedung-gedung yang runtuh dan nyawa yang melayang tertimbun di bawah reruntuhan.
Para peneliti menyimpulkan bahwa Israel mengadopsi pola sistematis menjatuhkan bom raksasa ini di dekat rumah sakit, pada jarak yang diperhitungkan cukup untuk menyebabkan kerusakan parah dan kematian yang disengaja. Mereka menjelaskan bahwa jenis kerusakan ini tidak hanya berdampak langsung pada sistem perawatan kesehatan, tetapi juga berdampak jangka panjang pada setiap aspek kehidupan di Gaza.
Bom Mark-84 merupakan salah satu turunan serial Mark-80 Amerika, keluarga bom umum yang beratnya berkisar antara 2000 hingga 2.500 pon. Namun, tanpa berlebihan, ia mewakili saudara tuanya dan lebih merusak dalam serial bom ini. Rudal ini dirancang untuk menjalankan berbagai misi, mampu diluncurkan dari berbagai jenis pesawat militer, dan menargetkan infrastruktur serta struktur darat yang besar.
Namun sisinya paling mengerikannya muncul pada saat ledakannya; dimana dia menciptakan ledakan dahsyat yang dapat meratakan bangunan dengan tanah, menciptakan lubang besar sedalam 11 meter dan lebar 20 meter, sementara gelombang tekanan yang ditimbulkannya meluas dalam jarak sekelilingnya secara luas, mengancam semua yang berada dalam jangkauannya jadi hancur lebur.
Meski memiliki berbagai kemampuan merusak ini, Mark-84 tetap merupakan bom "bodoh". Ia tidak memiliki sistem pemandu yang cerdas dan malah mengandalkan terjun bebas. Serta merta saat dijatuhkan dari pesawat, ia mengikuti jalur melengkung yang ditimbulkan gravitasi, sehingga dia menjadi kurang akurat, terutama bila dijatuhkan dari ketinggian yang menjulang.
Keunggulan lain dari bom ini adalah desainnya yang sederhana dan biayanya yang rendah dibandingkan dengan amunisi berpemandu pintar membuatnya menjadi pilihan yang disukai oleh negara-negara yang ingin mengurangi biaya perang, bahkan meskipun bayarannya adalah nyawa warga sipil.
Faktanya, laporan intelijen AS mengungkapkan bahwa setengah dari bom yang dijatuhkan Israel di Gaza adalah jenis yang tidak dipandu, meskipun Jalur Gaza sangat padat penduduknya, yang menunjukkan adanya niat yang disengaja untuk menghantam warga sipil.
Mark-84 terdiri dari struktur baja ramping, memuat sekitar 429 kilogram bahan peledak Tritonal, campuran trinitrotoluena (TNT) dan bubuk aluminium, yang menggandakan daya ledak dan pembangkit tenaga panas dan ledakan. Bom ini meledak saat mengenai sasaran, atau beberapa saat setelahnya, menembus beton atau lapisan tanah sebelum melepaskan kobaran api.
Namun penggunaannya di Gaza, daerah yang berpenduduk padat, tidak sesuai dengan tujuan dibuatnya bom ini. Bom-bom ini terutama dirancang untuk digunakan di medan perang terbuka, terhadap target militer besar, bukan di lingkungan pemukiman atau dekat rumah sakit.
Untuk lebih memahami dampak merusak dari penggunaan bom jenis ini, mari kita bandingkan kemungkinan jatuhnya bom yang tidak diarahkan ke suatu area, dan bom yang diarahkan. Dalam kasus pertama, bom dapat menghancurkan tempat mana pun yang dikenainya dalam area seluas hingga 125.000 m2, setara dengan luas sekitar 18 lapangan sepak bola.Sedangkan dalam kasus kedua (bom pintar), areanya berkurang menjadi 314 m2.
Joint Direct Attack Munition (JDAM) merupakan produk Amerika, tetapi ia sendiri bukanlah bom. Sebaliknya, ia merupakan otak elektronik yang ditambahkan ke badan bom konvensional, mengubahnya menjadi alat pembunuh yang cerdas dan merusak. Sumber: Shutterstock
2. "Joint Direct Attack Munition" (JDAM).
Selain bom "bodoh" yang dijatuhkan oleh pesawat tempur Israel di Jalur Gaza, ada jenis lain yang tidak kalah berbahayanya, tetapi bahkan lebih akurat dan efektif. Jenis ini dikenal sebagai "Joint Direct Attack Munition" (JDAM). Ini adalah produk Amerika, tetapi bukan bom itu sendiri. Sebaliknya, ia merupakan otak elektronik yang ditambahkan ke badan bom konvensional, mengubahnya menjadi alat pembunuh yang cerdas dan merusak.
Sistem teknis ini tidak membedakan antara bom kecil yang beratnya 250 pon, atau bom berat seperti Mark-84 yang beratnya 2.000 pon. Setelah bom dilengkapi dengan alat pemandu ini, ia menjadi bom pintar. Misalnya, jika perangkat ini ditempatkan pada Mark-84, ia akan berubah menjadi bom yang disebut BLU-109/MK 84K, yang mampu mengenai sasarannya dengan akurasi tinggi, bahkan dalam kegelapan atau cuaca badai.
Idenya adalah untuk melengkapi bom dengan perangkat navigasi canggih berdasarkan Sistem Pemosisian Global (GPS) dan Sistem Navigasi Inersia (INS), dan menambahkan sirip pemandu di bagian ekor untuk mengoreksi lintasan bom saat dijatuhkan.
Sebelum pesawat tempur lepas landas, ia mengunduh koordinat target ke dalam sistem elektroniknya. Selama penerbangan, kru dapat menyesuaikan koordinat ini secara manual atau melalui sensor canggih pesawat, yang memberinya kemampuan untuk menangani target yang berubah atau tiba-tiba. Setelah diluncurkan, bom tersebut menjadi seperti anak panah yang ditembakkan, mengikuti jalur yang ditentukan secara tepat hingga mendarat di jantung sasaran yang dituju, dengan margin kesalahan yang, dalam kasus terbaik, tidak melebihi 5 hingga 10 meter.
Pemikiran serius tentang jenis amunisi ini dimulai pasca belajar dari Perang Teluk Kedua. Awan asap dan badai pasir mengungkap kelemahan serius pada kemampuan bom konvensional dalam mengenai sasarannya secara akurat, terutama saat diluncurkan dari ketinggian.
Pada tahun 1992, penelitian dimulai, yang berujung pada pengujian yang sukses pada akhir tahun 1990-an yang mencapai tingkat akurasi 9,6 meter dan tingkat keandalan 95%, angka yang sangat besar menurut standar Angkatan Udara.
Namun, seperti semua yang dibuat secara presisi, senjata pintar ini harganya mahal, sekitar $40.000 masing-masing, dibandingkan dengan biaya $3.000-$16.000 untuk bom Mark-84 konvensional, yang nasibnya bergantung pada gravitasi, berayun tanpa kendali di udara.
Kesenjangan harga ini berimbang dengan kesenjangan serupa dalam hal akurasi. Sementara JDAM mendarat dalam jarak 5-10 meter dari sasaran, Mark-84 mungkin meleset dari sasaran hingga ratusan meter, yang berarti di medan perang akan ada lebih banyak korban sipil dan bangunan-bangunan dihancurkan tanpa pandang bulu.
Meskipun amunisi ini memiliki "reputasi bersih" sebagai bom pintar, penggunaannya di daerah padat penduduk menjadikannya alat pembunuh yang tidak kalah mematikan daripada bom buta. Di Gaza, di mana tidak ada batas yang memisahkan rumah, rumah sakit, dan medan perang, perbedaan antara bom “bodoh” dan bom “pintar” semata merupakan ilusi.
3. SPICE
Israel juga menggunakan perangkat bom berpemandu presisi lainnya yang dikembangkan oleh Rafael Advanced Defense Systems, yang disebut SPICE. Seperti JDAM, ini adalah perangkat panduan tambahan yang dapat dipasang pada bom "sederhana" biasa seperti seri Mark-84, 83, dan 82, mengubahnya menjadi bom pintar yang sangat akurat. Harganya mulai dari $50.000 hingga $150.000.
Di bagian depan bom terdapat kamera elektro-optik yang diberi gambar rinci target terlebih dahulu, mirip dengan memori pembunuh. Berkat kombinasi GPS dan sistem navigasi inersia (INS), bom-bom ini dapat mengenai sasarannya bahkan saat tidak ada sinyal satelit atau di udara yang berantakan.
Keberhasilan bom berpemandu diukur berdasarkan apa yang disebut sebagai "probabilitas kesalahan lingkaran," atau jarak antara titik yang dituju dan titik dijatuhkannya. Di sini, SPICE membanggakan diri akurasinya yang kurang dari 3 meter.
Pada pagi hari tanggal 13 Juli 2024, di wilayah Mawasi Khan Yunis, yang oleh warga yang mengungsi dianggap sebagai “zona aman,” sebuah rudal jenis Spice 2000 seberat dua ton menghantam tenda-tenda warga sipil.
Menurut kesaksian tiga ahli yang berbicara kepada The New York Times, dan berdasarkan pola pecahan dan kedalaman lubang, bom yang digunakan dalam pembantaian itu adalah jenis ini. Jumlah korban tewas mencapai sedikitnya 90 warga Palestina, sementara rumah sakit kewalahan menampung ratusan korban terluka, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Meskipun bom tersebut dirancang agar akurat, penggunaannya di daerah berpenduduk padat membuatnya tidak memiliki nilai moral maupun hukum. Sekalipun jika dia tepat mengenai sasaran, daerah sekelilingnya dipenuhi orang-orang yang aman. Tentara penjajah tidak ragu untuk menggunakannya secara luas, bahkan di wilayah-wilayah yang sebelumnya penduduknya diminta untuk mengungsi, dengan dalih bahwa wilayah tersebut adalah "zona kemanusiaan".
Rudal Spice-2000 milik Israel (Al Jazeera)
Bom yang sama, Spice 2000, terlihat lagi di langit Beirut pada bulan Oktober 2024, ketika serangan udara Israel dilaporkan menargetkan sebuah gedung di desa Tayouneh, menghancurkan gedung sepuluh lantai hingga rata dengan tanah.
Meskipun Rafael adalah produsen SPICE, perang menuntut keserakahan yang tidak dapat dipuaskan oleh toko-toko lokal. Oleh karena itu, pada awal agresi di Gaza, khususnya pada bulan Oktober 2023, Amerika Serikat mengirim sejumlah besar bom kepada Israel, yang dikenal sebagai "Spice Family Glider Bomb Kits," senilai $320 juta, menurut New York Times.
Biaya satu bom dimulai dari $50.000 dan dapat mencapai $150.000, tergantung pada jenis target dan misi. Namun, beberapa orang yakin hal ini lebih murah daripada memperpanjang perang atau menggagalkan misi militer.
Semua bom di atas (dan yang berikutnya) sering diluncurkan dari dua jenis utama pesawat buatan Amerika yang digunakan Israel secara luas dalam perang saat ini di Gaza: F-15 dan F-16. Yang keistimewaannya yang pertama berdasarkan kemampuannya mengendalikan wilayah udara, berkat mesinnya yang bertenaga dan kecepatannya yang melebihi dua kali kecepatan suara. Pesawat tersebut juga mampu membawa senjata dalam jumlah besar dan terbang dalam jarak jauh. Keistimewaannya yang kedua, pesawat ini memiliki kelincahan, kemampuan manuver yang tinggi, dan desain yang memungkinkan pelaksanaan serangan yang tepat dengan biaya operasi yang relatif rendah dibandingkan dengan pesawat yang lebih berat.
4. Bunker Buster
Selama operasinya di Gaza, tentara Israel menggunakan bom penghancur bunker “bunker-buster” dengan maksud menghancurkan terowongan yang tetap tidak bisa ditembus. Bom-bom ini melepaskan karbon monoksida yang mematikan saat meledak. Gas yang tidak berwarna dan tidak berbau ini menyebabkan sesak napas di dalam terowongan.
Strategi ini tidak lahir begitu saja. Bermula pada tahun 2017, saat tentara penjajah menemukan bahwa beberapa bomnya mengeluarkan gas mematikan saat meledak di ruang tertutup. Untuk kemudian dilakukan uji coba pertama kali di Gaza pada tahun 2021.
Karena terowongan tersebut merupakan jaringan tersembunyi yang sulit dideteksi, tidak terlihat maupun dipetakan, Israel merancang sebuah kebijakan "pelapisan", yang melibatkan penjatuhan sejumlah bom penghancur bunker seberat 2.000 pon di area luas yang diyakini berisi jaringan terowongan, meskipun tidak ada koordinat yang tepat.
Oleh karena itu pengeboman tidak diarahkan pada satu titik, tetapi ke seluruh area, dengan jangkauan ratusan meter. Menebar ke semua penjuru desa seperti melapisi karpet, satu bom diikuti bom lainnya. Operasi-operasi ini dilaksanakan dengan persetujuan Israel dan koordinasi langsung Amerika, meskipun semua orang menyadari sepenuhnya bahwa bom-bom itu tidak akan membedakan antara petempur dan warga sipil, dan bahwa ratusan warga Palestina dapat menjadi "korban tambahan" dari kegilaan rekayasa ini.
Antara tahun 2023 dan 2025, selama konflik Gaza, penjajah menggunakan beberapa jenis bom penghancur bunker untuk menargetkan fasilitas bawah tanah yang dibentengi, seperti bom Blue 109B seberat 2.000 pon dan bom GBU-28 berpemandu laser seberat 5.000 pon.
Bom penghancur bunker secara umum didefinisikan sebagai bom yang dirancang untuk menembus bangunan berbenteng dan bunker bawah tanah, seperti GBU-28, yang dapat menembus lebih dari 30 meter bumi atau 6 meter beton.
Bom-bom ini dirancang agar relatif berat dan bergerak dengan kecepatan tinggi, sehingga beberapa jenis bom ini beratnya lebih dari satu ton per bom. Massa dan kecepatan yang tinggi menghasilkan sejumlah besar energi kinetik, yang membantu bom menembus jauh ke dalam tanah atau struktur beton sebelum meledak.
Beberapa bom penghancur bunker, terutama yang dirancang untuk penetrasi kedalaman, menggunakan pendorong roket yang diaktifkan saat fase penurunan final menuju sasaran, untuk memaksimalkan kecepatannya.
Selain itu, bom dirancang dengan pembungkus luar yang relatif panjang, tipis, dan diperkuat, sering kali terbuat dari bahan-bahan seperti baja berkekuatan tinggi, tungsten, atau dalam beberapa kasus uranium yang telah dikosongkan (produk sampingan dari pengayaan uranium). Bahan-bahan ini padat dan cukup kuat untuk memusatkan energi kinetik pada area permukaan yang kecil, meningkatkan kemampuannya untuk menembus beton dan bumi.
Fitur utama bom penghancur bunker adalah sekering yang bekerja di akhir. Alih-alih meledak saat bersentuhan seperti bom konvensional, bom ini diprogram untuk meledak hanya setelah bom tersebut menembus target dalam-dalam. Hal ini memastikan bahwa energi peledakan dilepaskan dalam struktur, sehingga kerusakan yang ditimbulkan jadi maksimal.
Peledakan di akhir mencegah bom meledak sebelum waktunya di permukaan, yang akan menyebarkan energi ke luar daripada memusatkannya di dalam bunker. Setelah bom menembus sasaran, ia menggunakan hulu ledak berdaya ledak tinggi, biasanya terbuat dari senyawa kuat seperti HMX atau RDX. Ledakan tersebut menghasilkan gelombang kejut yang hebat, menciptakan tekanan berlebih dan panas yang hebat dalam ruang target yang terbatas.
Rudal AGM-114N Hellfire memiliki hulu ledak termobarik (media sosial)
5. Hellfire
Pada musim semi tahun 2024, Observatorium Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania mendokumentasikan pemandangan yang tak terlukiskan di Jalur Gaza: mayat-mayat terlihat tidak hanya terbunuh tetapi juga tampak menguap atau meleleh di tempat, menyusul pemboman Israel yang menargetkan rumah-rumah warga. Pengamatan ini mendorong Observatorium untuk menunjukkan bahwa "investigasi internasional harus diluncurkan terkait kemungkinan penggunaan senjata yang dilarang secara internasional oleh Israel, termasuk bom vakum (termobarik-pent)."
Apa itu bom vakum? It cu bukan sekedar bom, tapi neraka teknis. Ini adalah senjata yang tidak cukup meledak sekali saja, tetapi menciptakan badai api yang dimulai dengan awan bahan bakar yang melayang di udara, yang kemudian menyala untuk menghasilkan ledakan yang jauh lebih dahsyat dari bahan peledak konvensional dalam hal tekanan, panas, dan daya hancur.
Bom vakum, juga dikenal sebagai senjata termobarik, beroperasi dalam dua tahap: ledakan utama melepaskan awan bahan bakar halus, dalam bentuk tetesan atau bubuk, yang menyebar ke udara. Kemudian ledakan kedua yang menyulut awan ini setelah bercampur dengan oksigen, mengubahnya menjadi bola api dengan suhu yang dapat melebihi 3.000 derajat celcius, melepaskan gelombang tekanan besar yang melahap semua yang berada dalam jangkauannya, terutama di ruang tertutup seperti terowongan dan tempat pengungsian.
Platform media sosial tidak jauh dari medan perang. Sebuah foto diambil dari helikopter Apache Israel yang membawa amunisi berpita merah yang menjuntai di atasnya, sinyal yang digunakan dalam sistem kode Amerika untuk menunjukkan versi termal atau vakum dari rudal Hellfire.
Gambar tersebut memicu kontroversi besar, yang mendorong militer Israel untuk kemudian menghapusnya, menurut penulis The War Zone Thomas Newdick.
Rudal AGM-114N Hellfire berisi hulu ledak termobarik, yang dirancang khusus untuk meningkatkan daya mematikan di ruang terbatas, seperti bunker, gua, dan lingkungan perkotaan.
Tidak seperti hulu ledak konvensional yang hanya mengandalkan ledakan dan fragmentasi, rudal Hellfire termobarik menciptakan gelombang tekanan kuat dan suhu tinggi untuk memaksimalkan kerusakan dalam area terbatas. Rudal ini menggunakan muatan peledak logam yang dikuatkan, yang menyebar campuran bahan bakar - udara untuk kemudian menyala, menghasilkan ledakan kedua yang lebih besar yang sangat meningkatkan tekanan dan efek panasnya.
Apa yang terjadi di Gaza bukanlah insiden pertama, melainkan episode baru dalam serangkaian penggunaannya yang memicu kecurigaan. Selama perang tahun 2006 melawan Hizbullah di Lebanon, Israel dituduh menggunakan bom-bom ini, yang menuai kritik dari Amnesty International, yang menyatakan bahwa "kemampuan destruktif yang signifikan dari senjata-senjata ini menimbulkan kekhawatiran bahwa senjata-senjata ini sering kali menyebabkan pembunuhan tanpa pandang bulu."
Adegan yang tak terlupakan dari tahun 1982, di tengah pengepungan Beirut, tatkala pesawat Israel menjatuhkan bom vakum di sebuah bangunan perumahan tempat mereka yakini Yasser Arafat bersembunyi. Arafat tidak ada di sana, tetapi 200 orang terbunuh hanya dalam sekejap.(kho)
—
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar