Youtube Channel

About

Selamat datang di Blog Analis Palestina yang mengkhususkan diri pada opini, penerjemahan informasi dan analisa terkini terkait perkembangan yang terjadi di Palestina dan sekitarnya. Email: khalidmusholla@gmail.com
Tampilkan postingan dengan label Amerika Serikat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Amerika Serikat. Tampilkan semua postingan

Kamis, 13 Maret 2025

Thomas Friedman: Keruntuhan Besar Amerika Sedang Terjadi

Aljazeera - Terakhir diperbarui: 12/3/2025 12:39 AM (Waktu Mekkah)


Dalam artikel pekanan-nya di The New York Times, penulis Amerika terkemuka Thomas Friedman memperingatkan bahwa masa jabatan kedua Presiden Donald Trump tidak akan berjalan mulus selama empat tahun ke depan.


Tulisan opini yang berjudul: "Keruntuhan Besar Sedang Terjadi," secara kritis mengkaji Amerika Serikat, menekankan akan tabiatnya yang kacau dan keegoisannya.


Friedman berpendapat bahwa kebijakan Trump kurang koheren dan didorong oleh keluhan pribadi, keinginan membalas dendam, dan mentalitas loyalitas yang menjilat di antara anggota pemerintahannya.


Dalam artikelnya, yang penuh dengan kritik pedas terhadap Trump, Friedman berpendapat bahwa hanya Trump, dan tidak ada orang lain, yang bertanggung jawab atas kesalahan pemerintahannya di berbagai bidang, mulai dari menangani Ukraina, tarif, microchip, dan bidang lainnya.


Alasan di balik semua kegagalan ini, menurut Friedman, adalah karena Trump tidak memiliki visi yang koheren mengenai keadaan dunia saat ini dan bagaimana Amerika dapat menyesuaikan diri sebaik-baiknya untuk mencapai kemakmuran yang diinginkan di abad ini.


Penulis menambahkan bahwa Trump kembali ke Gedung Putih dengan membawa kekhawatiran dan keluhan yang sama mengenai isu-isu ini, dan ia memperkuat pemerintahannya dengan sejumlah besar ideolog pinggiran yang memenuhi satu standar dasar: kesetiaan yang tak tergoyahkan kepadanya dan keinginannya mengenai Konstitusi, nilai-nilai tradisional kebijakan luar negeri Amerika, atau hukum-hukum dasar ekonomi.


Hasilnya, menurut artikel tersebut, adalah apa yang dunia saksikan saat ini: campuran aneh dari tarif yang diberlakukan, kemudian dicabut, kemudian diberlakukan kembali, bantuan untuk Ukraina dihentikan dan kemudian dilanjutkan, dan departemen-departemen pemerintah serta program-program dalam dan luar negeri dipotong, kemudian dibatalkan, kemudian dipotong kembali melalui protokol-protokol yang saling bertentangan, semua itu dilakukan oleh para menteri dan pegawai pemerintah yang dipersatukan oleh rasa takut terhadap cuitan yang diposting di sana-sini oleh sekutunya yang miliarder, Elon Musk, atau presiden sendiri di media sosial tentang mereka jika mereka menyimpang dari garis kebijakan yang ditetapkannya bagi mereka.


Friedman melanjutkan dengan mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang mampu di dunia yang memerintah suatu negara, atau menjadi sekutu Amerika, memimpin perusahaan, atau menjadi mitra dagang jangka panjang jika presiden AS mengancam Ukraina, mengancam Rusia dan kemudian menarik ancamannya, mengancam tarif besar-besaran terhadap Meksiko dan Kanada dan kemudian menundanya, dan menggandakan tarif terhadap China dan mengancam Eropa dan Kanada dengan lebih banyak lagi.


Menurut artikel tersebut, kebohongan terbesar Trump adalah klaimnya bahwa ia mewarisi ekonomi yang rusak, yang mendorongnya melakukan semua hal ini. Ini omong kosong belaka, menurut penulis, yang mengklaim bahwa ekonomi berjalan sangat baik menjelang akhir masa jabatan mantan Presiden Joe Biden, terlepas dari kesalahan yang terjadi di masa-masa awalnya.


Sementara Friedman yakin Trump benar dalam mengatasi ketidakseimbangan perdagangan dengan China, ia yakin presiden AS dapat melakukannya dengan meningkatkan tarif yang ditargetkan pada Beijing, dengan berkoordinasi dengan sekutu AS yang seharusnya melakukan hal yang sama. Ia yakin ini adalah cara untuk membuat China bertindak.


Artikel tersebut menunjukkan bahwa mantan Presiden AS John F. Kennedy telah merangkum peran negaranya terhadap dunia dalam dua paragraf dalam pidato pelantikannya pada tanggal 20 Januari 1961.


Dalam pidatonya, Kennedy berkata, "Biarlah setiap bangsa tahu, entah mereka menginginkan kita baik atau buruk, bahwa kita akan membayar berapapun harganya, menanggung beban apa pun, menghadapi kesulitan apa pun, mendukung teman mana pun, dan menentang musuh mana pun untuk menjamin terwujudnya kebebasan dan keberhasilannya."


Namun Friedman mengatakan bahwa Trump dan wakil presidennya, J.D. Vance, telah membalikkan seruan Kennedy, dengan mengatakan: "Biarlah setiap negara, baik yang menginginkan kita baik atau buruk, tahu bahwa hari ini Amerika tidak akan membayar harga, tidak akan menanggung beban, tidak akan menanggung kesulitan, dia akan meninggalkan persahabatan apapun, dan akan merayu musuh manapun demi untuk memastikan kelangsungan politik Pemerintahan Trump, bahkan jika itu berarti menyerahkan kebebasan di mana pun jika itu menguntungkan atau sesuai bagi kita."


Penulis menyimpulkan dengan mengatakan bahwa jika Trump ingin membuat perubahan mendasar ke arah yang berlawanan, ia berhutang pada negara untuk memiliki rencana yang koheren, berdasarkan ekonomi yang sehat dan tim yang mewakili yang orang-orang terbaik dan tercerdas, bukan kaum ekstrimis sayap kanan yang paling menjilat.(KHO)

------


Sumber:

https://www.aljazeera.net/politics/2025/3/12/%d8%aa%d9%88%d9%85%d8%a7%d8%b3-%d9%81%d8%b1%d9%8a%d8%af%d9%85%d8%a7%d9%86-%d8%a7%d9%84%d8%a7%d9%86%d9%87%d9%8a%d8%a7%d8%b1-%d8%a7%d9%84%d8%b9%d8%b8%d9%8a%d9%85


Share:

Kamis, 25 April 2024

Mengkaji Ulang Strategi AS di Timur Tengah: Kebangkitan Iran dan Bayang-bayang Ancaman Tiongkok

Oleh Hamid Bahrami

Dalam kompleksitas geopolitik global, serangan rudal baru-baru ini oleh Iran terhadap sasaran Israel menandai perubahan penting dalam paradigma keamanan Timur Tengah. Peristiwa ini, bukannya sebagai tindakan pencegahan, namun justru menandakan adanya keseimbangan keamanan baru di kawasan, yang sangat condong ke arah Iran. Pergeseran ini memerlukan penilaian ulang yang mendalam terhadap kebijakan luar negeri AS, khususnya mengingat tantangan strategis yang lebih luas yang ditimbulkan oleh meningkatnya kekuatan Tiongkok.


Serangan rudal Iran pada tanggal 14 April bukan sekadar serangan episodik di kawasan tersebut. Dia mewakili demonstrasi yang diperhitungkan atas peningkatan kemampuan militer Iran dan kesediaannya untuk secara langsung menghadapi kepentingan Israel. Tindakan ini secara efektif telah membatalkan kelayakan strategis koridor IMEC, sebuah inisiatif yang bertujuan untuk membangun zona ekonomi dan keamanan yang dapat melawan pengaruh Iran di samping ambisi regional Rusia dan Tiongkok. Dengan kegagalan koridor tersebut, Amerika berada di persimpangan jalan dan memerlukan pendekatan baru terhadap stabilitas regional dan prioritas strategis globalnya.


Teori politik internasional realis John Mearsheimer menawarkan sebuah lensa untuk melihat perkembangan ini. Menurut Mearsheimer, negara-negara pada dasarnya termotivasi oleh upaya mengejar kekuasaan di dunia yang anarkis, di mana negara-negara besar mau tidak mau bersaing untuk menjadi kekuatan yang dominan. AS, dalam pandangan Mearsheimer, harus fokus secara strategis untuk melawan pengaruh Tiongkok, pesaing AS yang paling tangguh di panggung global. Namun, keterlibatan Amerika di Timur Tengah, khususnya dukungan membabi buta terhadap aksi Israel di bawah Perdana Menteri Netanyahu, menunjukkan kesalahan dalam mengalokasikan sumber daya dan fokus strategis secara signifikan.


Veto pemerintahan Biden baru-baru ini terhadap resolusi PBB yang mengakui status kenegaraan Palestina semakin menggambarkan kesalahan langkah ini. Tindakan ini, meskipun dimaksudkan untuk mendukung sekutunya, secara paradoks telah memperkuat posisi Iran di dunia Arab dan mengikis posisi AS di antara sekutu-sekutu tradisional Arabnya. Dengan terlihat memihak Israel tanpa syarat, AS melemahkan kredibilitas dan pengaruhnya di kawasan, dan secara tidak sengaja juga menguntungkan Rusia dan Tiongkok.


Sementara itu, Tiongkok telah memanfaatkan gangguan ini untuk memperkuat posisi ekonomi dan militernya secara global. Investasi strategisnya di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, serta perannya dalam menengahi pembicaraan antara Arab Saudi dan Iran, menunjukkan visi jangka panjang yang bertujuan untuk memposisikan diri sebagai kekuatan penstabil dan alternatif yang layak terhadap hegemoni AS. Saat AS melebarkan tenaganya ke dalam permasalahan di Timur Tengah, Tiongkok secara diam-diam meningkatkan pengaruh globalnya, khususnya di kawasan yang penting bagi kepentingan strategis AS, seperti Laut Cina Selatan dan Indo-Pasifik.


Mengingat realitas baru di lapangan, AS harus mengubah strateginya tidak hanya untuk mengatasi dampak langsung dari meningkatnya kekuatan Iran tetapi juga untuk memfokuskan kembali pada kawasan Indo-Pasifik, di mana tantangan nyata terhadap supremasi AS dari Tiongkok semakin besar. Pembentukan negara Palestina yang merdeka muncul sebagai komponen penting dari strategi ini. Langkah tersebut akan memiliki beberapa fungsi strategis: menenangkan sekutu AS di dunia Arab, melemahkan landasan ideologis kelompok seperti Hamas, dan mengurangi pengaruh Iran terhadap proksi regionalnya.


Selain itu, mengadvokasi kedaulatan Palestina sejalan dengan norma-norma internasional yang lebih luas dan dapat membantu memulihkan kredibilitas AS dalam hal hak asasi manusia dan resolusi konflik. Hal ini juga akan memberikan sinyal kepada sekutu dan musuh bahwa AS mampu mengadaptasi strateginya dalam menanggapi perubahan dinamika geopolitik, sehingga memperkuat posisinya dalam menegosiasikan perjanjian internasional lainnya, khususnya dalam kaitannya untuk membendung ambisi Tiongkok.


Oleh karena itu, AS harus mengkalibrasi ulang kebijakan luar negerinya agar tidak hanya mampu menavigasi kompleksitas di Timur Tengah namun juga mampu mengatasi tantangan sistemik yang ditimbulkan oleh Tiongkok. Hal ini mencakup penarikan diri dari komitmen militer yang berlebihan dan, sebaliknya, memanfaatkan alat diplomatik dan ekonomi untuk menstabilkan wilayah-wilayah yang bergejolak. Pada saat yang sama, AS perlu memperkuat aliansi dan kemitraan di Indo-Pasifik, berinvestasi pada teknologi baru, dan meningkatkan kemampuan militernya untuk secara langsung melawan ekspansionisme Tiongkok.


Mengingat sikap kebijakan luar negeri Iran yang masih ambivalen, Amerika Serikat memiliki peluang penting untuk melibatkan Teheran dengan cara-cara yang berpotensi menyelaraskan kembali afiliasi regional dan aliansi globalnya. Menyadari perbedaan dan potensi fleksibilitas dalam hubungan luar negeri Iran, AS harus menjajaki semua jalur diplomatik untuk membujuk Iran agar menjauh dari pengaruh Tiongkok dan Rusia. Hal ini akan melibatkan pemanfaatan kebutuhan ekonomi Iran, masalah keamanan dan kebanggaan historis Iran terhadap kedaulatan dan pengaruh regionalnya, menghadirkan alternatif-alternatif yang lebih selaras dengan kepentingan strategis jangka panjang Iran dibandingkan yang mungkin ditawarkan oleh kemitraannya saat ini dengan Beijing dan Moskow.


Amerika berada pada momen penting di mana mereka harus memilih antara melanjutkan keterlibatannya yang memakan banyak biaya di medan pertempuran yang sia-sia seperti Timur Tengah dan Ukraina atau mengalihkan fokusnya untuk melawan manuver strategis Tiongkok. Pilihan ini tidak hanya akan menentukan hasil regional, namun juga kontur dinamika kekuatan global di masa depan. Jalan ke depan memerlukan pengakuan yang jernih terhadap realitas geopolitik baru dan kemauan yang berani untuk mengupayakan stabilitas strategis jangka panjang dibandingkan keuntungan taktis jangka pendek.


Namun demikian, AS tampaknya memilih untuk terus melakukan upaya yang memakan banyak biaya, sebagaimana dibuktikan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap paket bantuan sebesar $95 miliar. Pendanaan ini terutama mendukung Ukraina dan Israel, dibandingkan mengadopsi strategi untuk membendung Tiongkok.


(Diterbitkan Middle East Monitor tanggal 22 April 2024, jam 16:00, referensi:

https://www.middleeastmonitor.com/20240422-reassessing-us-strategy-in-the-middle-east-the-rise-of-iran-and-the-overshadowed-threat-of-china/ , diterjemahkan menggunakan google translator dan di-proofreading oleh #Khalidmu)


Share: