Youtube Channel

About

Selamat datang di Blog Analis Palestina yang mengkhususkan diri pada opini, penerjemahan informasi dan analisa terkini terkait perkembangan yang terjadi di Palestina dan sekitarnya. Email: khalidmusholla@gmail.com
Tampilkan postingan dengan label Houthi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Houthi. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Maret 2025

Houthi Dari Dalam: Yang Anda Tidak Ketahui Tentang Houthi!

Houthi Dari Dalam:  Yang Anda Tidak Ketahui Tentang Houthi!

Oleh: Muhammad Al-Qadi

Penulis dan jurnalis Yaman


Aljazeera - 5/2/2024 | Pembaruan terakhir: 7/2/202405:11 PM (Waktu Mekkah)


Pasukan pro-Houthi berkumpul di Sanaa setelah serangan AS dan Inggris terhadap posisi mereka (Anadolu) Sumber pengambilan foto Aljazeera.


Kelompok Houthi bukanlah produk sejarah Yaman dalam dua dekade terakhir, seperti yang diyakini sebagian orang. Ia bukanlah gerakan politik yang muncul akibat batasan demokrasi yang merupakan hasil dari situasi dan kondisi pasca-penyatuan dua wilayah Yaman Selatan dan Yaman Utara pada tahun 1990. Akan tetapi, ia merupakan kelanjutan dari proyek Imamiyah yang benihnya telah ditanam di Provinsi Saada dan wilayah utara oleh apa yang disebut Imam al-Hadi ila al-Haqq Yahya bin al-Hussein al-Rassi pada tahun 893 M, yang kemudian dikenal dengan Mazhab Al-Hadawi.


Maka dari itu, dia merupakan turunan dari mazhab dan sistem  yang telah berlangsung selama lebih dari 1.100 tahun, yang terkonsentrasi pada paham “ِAl Batnain atau Al Batnaan” ِyang berlandaskan pada seleksi Ilahiah dan keekslusifan imamah dan kepemimpinan umat pada keturunan dua cucu: Al-Hassan dan Al-Hussein hingga hari kiamat.



Keterlibatan Taktis


Meskipun pemikirannya senada dan sependapat dengan Madzhab Zaidiyah, namun dia berbeda darinya dalam banyak aspek dan tidak terikat misalnya dengan 14 syarat yang ditetapkan Mazhab Zaidiah bagi pemangkuan jabatan imamah di banyak tahapan sejarahnya. Sebagaimana yang terjadi pada era Daulah Qasimiyah yang menguasai sebagian besar Yaman, dan selama periode kekuasaannya berubah menjadi monarki turun-temurun, dan juga sebagaimana yang terjadi pada pemerintahan Imamah terakhir di Yaman sebelum meletusnya Revolusi 26 September, yang didukung dan disokong oleh mendiang Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser pada tahun enam puluhan abad lalu.


Kaum Houthi menuai buah dari pemikiran ini dan usaha para tokohnya, yang terlibat secara taktis dalam pemerintahan republik yang muncul pasca Revolusi September yang disebutkan di atas, dan perang saudara berikutnya yang berakhir dengan rekonsiliasi nasional, dan berupaya untuk memperkuat kehadiran elemen-elemennya di lembaga-lembaga negara dan fasilitas-fasilitas negara yang sensitif. Eksistensinya sebagai negara dalam negara di dalam wilayah Yaman, jika kita boleh menggambarkannya seperti itu, dia bekerja keras untuk menyiapkan suasana dan kondisi agar dapat kembali memerintah Yaman.


Setelah penyatuan Yaman, muncul kelompok pemuda pertama yang bernama: Al-Syabab-ul-Mu’min atau “Pemuda Beriman.” Memanfaatkan kekhawatiran mendiang Presiden Ali Abdullah Saleh tentang meningkatnya kekuatan Partai Islah, atau Ikhwanul Muslimin Yaman sebagaimana sebagian orang menyebutnya, serta pertikaian yang berkembang antara dua mitra dalam persatuan: Partai Kongres Rakyat Umum, yang dipimpin oleh Ali Saleh, dan Partai Sosialis Yaman, yang dipimpin oleh Ali al-Beidh, entitas baru ini menerima dukungan tersirat dari Saleh dalam upayanya mempermainkan pertentangan yang ada  dan “menari di atas kepala ular”, sebagaimana yang biasa diistilahkan.


Pada awal abad ini, Hussein Badr al-Din al-Houthi berbalik melawan mitranya pendiri gerakan “Pemuda Beriman”, menurut kisah para pendirinya yang paling terkemuka, dan mengambil alih kendali gerakan tersebut. Gerakan tersebut dikenal setelah itu, dan sejak kemunculannya secara bersenjata, sebagai “Kelompok Houthi,” sebelum kemudian menyebut dirinya sebagai “Kelompok Ansar Allah.”



Pencapaian Lapangan


Pendiri kelompok Houthi, yang merupakan anggota parlemen pertama setelah tercapainya persatuan Yaman, mewakili daerah pemilihannya, melancarkan perang pertamanya melawan otoritas pemerintah pada tahun 2004 setelah ketegangan sebelumnya di mana para pendukungnya merampas pendapatan finansial dan menguasai beberapa wilayah yang berada dalam pengaruh mereka di benteng utama mereka di Provinsi Saada di Yaman utara atas dasar ideologis. Ia terbunuh dalam putaran pertama perang di tahun yang sama.


Adiknya, Abdul-Malik al-Houthi, mengambil alih kepemimpinan kelompok tersebut setelahnya, dan bertempur dalam lima perang berikutnya yang berlangsung hingga tahun 2010. Dalam setiap putaran, kelompoknya meraih keuntungan ekspansionis di lapangan dan keuntungan politik, dengan memanfaatkan perbedaan yang dinyatakan dan tidak dinyatakan antara Ali Abdullah Saleh dan mitranya dari kalangan militer, suku-suku, dan para politikus yang berkuasa, dan keterampilan sayap politiknya, yang memainkan peran cemerlang dalam memecah belah pemerintahan yang berkuasa.


Peristiwa Musim Semi Arab dan protes pemuda Yaman terhadap rezim Ali Abdullah Saleh memberikan kesempatan berharga bagi Houthi, yang dengan licik mempermainkan kontradiksi pasukan Yaman, baik yang bersekutu maupun yang bertikai.


Mereka menyatakan simpati mereka terhadap Gerakan Selatan dan mendirikan tenda-tenda mereka di alun-alun perubahan bersama para pemuda revolusi. Pada saat yang sama, mereka terus berkomunikasi dengan presiden yang sedang dalam krisis karena meningkatnya protes terhadapnya tidak berhenti. Protes-protes tersebut - dan kesepakatan yang mereka hasilkan pada tokoh-tokoh lemah untuk mengelola fase transisi - memungkinkan mereka untuk menggulingkan jalur politik dan mengambil alih kendali bersenjata atas Sana'a, yang pasukannya telah mengetuk pintunya sejak 2009.


Pengalaman yang bertumpuk dari proyek yang mereka wakili dan keahlian serta kecerdikan para politisi kawakan di dalamnya, memungkinkan mereka memahami kepekaan tetangga dan kekuatan luar dan ketakutannya akan partai dan kelompok yang muncul dari revolusi Musim Semi Arab, khususnya yang Islam, dan memanfaatkan pengaruh mereka.



Posisi Membingungkan


Sama seperti perang di Yaman yang telah memperkuat kekuatan Houthi di dalam negeri, pemboman Amerika-Inggris saat ini melegitimasi kehadiran populer mereka di tingkat bangsa Arab dan dunia Islam. Dan juga memberi mereka simpati eksternal yang sangat dibutuhkan, dan menempatkan lawan lokal mereka dalam posisi yang membingungkan, khususnya karena Isu Palestina memiliki konsensus di semua kalangan dan komponen rakyat Yaman.


Hampir tidak ada yang tidak setuju bahwa solidaritas Houthi dengan Gaza dan penargetan mereka terhadap kapal-kapal komersial yang memiliki hubungan dengan Israel atau yang menuju pelabuhan-pelabuhannya – yang kemudian berkembang menjadi penargetan terhadap kapal-kapal Amerika dan Inggris di Teluk Aden dan Laut Merah – merupakan tindakan yang berani dan penting dalam konflik tersebut. Akan tetapi, Houthi telah memperoleh banyak manfaat dari berbagai peristiwa di Gaza dan telah mampu, melalui solidaritas mereka yang belum pernah terjadi sebelumnya, untuk menampilkan diri mereka kepada dunia sebagai pemain penting di kawasan tersebut.


Sebaliknya, kami tidak berlebihan ketika kami katakan bahwa, sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa ini, Houthi mengekspos dirinya sendiri dan sejauh mana kemampuannya di dalam mengocok kartu-kartu terkait perdagangan internasional dan jalur-jalur lautnya.


Pada saat yang sama, ia melarikan diri dari hak-hak dalam negeri yang hampir memojokkannya karena meningkatnya kemarahan rakyat. Itu dikarenakan memburuknya kondisi kehidupan dan terhentinya gaji pegawai sejak pecahnya perang, terutama dengan tanda-tanda perdamaian yang muncul sebelum akhir tahun lalu.



Rujukan Khusus


Peristiwa di Gaza telah memberikan kesempatan yang sangat berharga bagi kaum Houthi untuk membuktikan kebenaran slogan-slogan yang mereka lontarkan sejak kemunculan mereka secara bersenjata di awal abad ini, dan apa yang tercantum dalam "catatan-catatan" sang pendiri kelompok tersebut, Hussein Badr al-Din al-Houthi, yang mereka gambarkan sebagai Al-Qur'an yang berbicara, dan yang dianggap sebagai rujukan intelektual bagi kelompok tersebut, serta dokumen intelektual dan kultural yang telah ditandatangani oleh pemimpin kelompok tersebut dengan sejumlah ulama Zaidi dalam beberapa tahun terakhir, yang menegaskan seperangkat prinsip diantaranya ide seleksi yang telah disebutkan di atas, dan permusuhan terhadap Amerika dan Israel.


Kita dapat katakan di sini; Meskipun kelompok Houthi tampak sebagai bagian dari sekte Zaidiah, kelompok ini berbeda dalam banyak hal dan memiliki rujukannya sendiri. Ada yang mengatakan: Ini merupakan kudeta terhadap warisan Mazhab Zaidiah di Yaman.


Adapun hubungannya dengan Revolusi Islam di Iran, memang Iran tidak menafikan hubungan tersebut, malah membanggakannya. Dalam beberapa kesempatan, Iran mengangkat gambar-gambar simbol dan kepemimpinannya, dan sejalan dengan ide-ide mereka, dan Houthi telah memperoleh banyak keuntungan dari dukungan Iran terhadapnya. Pelru diingat bahwa akar historisnya bermula dari sebelum Revolusi Khomeini di Iran, sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya, dan karena itu bukan tidak mungkin Iran memiliki visi khusus, terutama setelah kehadiran regional dan internasional yang telah dicapainya belakangan ini.(KHO)


Sumber:

https://www.aljazeera.net/opinions/2024/2/5/%D8%A7%D9%84%D8%AD%D9%88%D8%AB%D9%8A%D9%88%D9%86-%D9%85%D9%86-%D8%A7%D9%84%D8%AF%D8%A7%D8%AE%D9%84-%D9%85%D8%A7%D9%84%D8%A7-%D8%AA%D8%B9%D8%B1%D9%81%D9%87-%D8%B9%D9%86%D9%87%D9%85


Share:

Senin, 26 Februari 2024

Kemurkaan #Houthi terhadap Penjajah-Z Membentuk Kembali Konflik Timur Tengah

Serangan Inggris dan AS terhadap Yaman telah memicu ketegangan di wilayah yang tercabik-cabik oleh konflik dan kekerasan. Jadi siapakah kelompok Houthi?

Oleh: Patrick Wintour

Pada musim panas tahun lalu, ketika Washington diam-diam mencoba membujuk Arab Saudi untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Penjajah-Z, para diplomat di Riyadh lebih fokus untuk mencapai kesepakatan perdamaian yang berbeda di perbatasan selatannya dengan salah satu pemberontakan paling sukses di zaman modern. – yang dipimpin oleh pemberontak Houthi di Yaman, juga dikenal sebagai Ansar-u- Allah, para penolong Allah.

Dengan diadakannya gencatan senjata informal di #Yaman, dan setelah berbulan-bulan perundingan pribadi yang sebagian besar dimediasi di Oman, pada tanggal 14 September delegasi Houthi terbang ke Riyadh, di mana mereka bertemu Pangeran Khalid bin Salman, menteri pertahanan dan saudara laki-laki Putra Mahkota.

Beberapa perbedaan besar masih harus singkirkan, namun tampaknya, setelah berpuluh-puluh tahun melalui berbagai bentuk peperangan, perdamaian akan terwujud di negara tersebut, dan sebagian besar berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan oleh kelompok yang tidak benar-benar eksis sebagai kekuatan politik di Yaman hingga awal tahun 2000an. Arab Saudi akhirnya akan memangkas kerugiannya dalam serangan bencana yang dilancarkannya pada tahun 2015 untuk memukul mundur kelompok Houthi. Namun 23 hari setelah pertemuan di Riyadh, Hamas menerobos perbatasan negara Penjajah-Z, membunuh warga Penjajah-Z dan memicu serangkaian peristiwa yang pekan ini (artikel ini ditulis tgl 13/01/2024) membuat Yaman jadi sasaran serangan selama dua hari oleh kapal selam dan kapal perang AS dan Inggris di Laut Merah.

Serangan terhadap basis Houthi di Yaman, serta meningkatnya ketegangan di wilayah yang sudah dilanda kekerasan, membuat Yaman semakin jauh dari perdamaian internal yang sulit dicapai.

Di negara yang penuh dengan perbedaan ini, ada dua faktor yang menambah kompleksitas kawasan yang terkoyak oleh konflik: dukungan kelompok Houthi terhadap perjuangan Palestina, dan cara geografi Yaman membantu membentuk dinamika politik. Seperti yang disampaikan oleh penulis Iona Craig, Yaman adalah contoh geopolitik yang klasik – tempat di mana geografi dan politik menjadi satu.

Yaman sendiri mungkin relatif miskin, namun buah globalisasi barat yang sering kali tidak dilindungi itu akan hilang begitu saja dilalui waktu. Hampir 15% barang yang diimpor ke Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara dikirim dari Asia dan Teluk melalui laut. Hampir 21,5% minyak sulingan dan lebih dari 13% minyak mentah melewati jalur perairannya. Impor dan ekspor Asia menyumbang sekitar seperempat dari total perdagangan luar negeri dan transit Israel terutama melalui rute Laut Merah.

Penjajah-Z sudah sejak lama takut akan sempitnya selat Bab al-Mandab yang berpotensi memiliki kerentanan keamanan. Selama beberapa dekade, negara ini telah mencari aliansi dengan negara-negara seperti Eritrea untuk menangkis upaya Mesir dan kemudian Iran yang mau menutup jalur perairannya bagi lalu lintas Penjajah-Z.

Memang salah satu motif Penjajah-Z menandatangani “perjanjian Abraham” dengan Uni Emirat Arab pada tahun 2020 adalah karena jaringan keamanan maritim UEA sendiri, yang meliputi Djibouti, Eritrea, Somaliland, dan Pulau Perim serta kepulauan Socotra di Yaman.

Kelompok Houthi sendiri telah bereksperimen dengan cara menjadi kekuatan angkatan laut. Pada bulan Oktober 2016 mereka mulai menggunakan pelabuhan strategis Hodeidah yang baru saja direbut di pantai barat Yaman sebagai basis. Mereka dua kali melepaskan tembakan ke arah USS Mason sebagai bentuk serangan balasan terhadap AS yang memberikan dukungan udara kepada Saudi. Pada bulan Januari 2017 Houthi beralih dari melemparkan rudal balistik dan drone melintasi perbatasan darat menuju Riyadh, dan sebagai gantinya mengirim tiga kapal bunuh diri. Mereka juga mencoba memasang ranjau di jalur perairan.

“Jika para agresor terus mendesak ke arah Hodeidah, dan jika solusi politik menemui jalan buntu, beberapa pilihan strategis akan diambil sebagai titik yang tidak ada lagi jalan kembali, termasuk memblokir navigasi internasional di Laut Merah,” kata Ketua Dewan Politik Houthi, Saleh. .al Samad. “Kapal-kapal melewati perairan kami sementara rakyat kami kelaparan.”

Penjajah-Z menyadari bahwa Iran, dengan angkatan lautnya yang canggih, mulai melatih Houthi dalam menggunakan kapal, drone, dan rudal untuk mengganggu lalu lintas yang berhubungan dengan Penjajah-Z, termasuk dengan menyediakan mesin yang dapat mendeteksi asal kapal. Ketika Houthi meraih lebih banyak kemenangan, dukungan Teheran pun meningkat.

Terbukti di mata Penjajah-Z bahwa pada tahun 2019 Abdul-Malik al-Houthi, pemimpin Houthi, semakin mengarahkan retorikanya terhadap Penjajah-Z dan menyangkal klaim Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahwa Iran telah mulai memasok rudal presisi ke Yaman.

Dia berkata: “Rakyat kami tidak akan ragu untuk mendeklarasikan jihad melawan si musuh Penjajah-Z dan melancarkan serangan terberat terhadap sasaran sensitif musuh jika dia terlibat dalam tindakan bodoh terhadap rakyat kami. Sikap permusuhan kami terhadap Penjajah-Z bersifat prinsipil, manusiawi, bermoral, dan religius.”

Maysaa Shuja al-Deen dari Pusat Studi Strategis Sana’a mengatakan: “Ancaman Houthi terhadap pelayaran bukanlah alasan atau upaya untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan mereka sendiri. Hal ini tertanam dalam ideologi mereka. Mereka berbicara tentang kutukan terhadap orang-orang Yahudi dan kematian bagi Amerika. Pendirinya, Hussein al-Houthi, memulai ceramahnya di sekitar peristiwa 9/11 dan invasi AS ke Irak, dan ceramahnya banyak membahas tentang benturan peradaban. Ini adalah konflik Muslim vs Kristen, konflik agama, bukan nasionalisme Arab.”

Ketika krisis Gaza meledak, kelompok Houthi awalnya menembakkan rudal yang tidak efektif ke kota pelabuhan Penjajah-Z, Eilat, dan bersikeras bahwa mereka hanya akan berhenti jika penjajah mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza. Namun dengan memanfaatkan wilayah yang mereka rebut sejak tahun 2014, taktik mereka dengan cepat berkembang menjadi kampanye serangan mendadak terhadap pelayaran yang telah menyebarkan kekacauan di seluruh rantai pasokan dunia.

Setidaknya sejak 12 November, menurut Sana’a Centre, “Pasukan Houthi telah melatih orang yang direkrut untuk menjadi  tim penyerang amfibi, dengan latihan termasuk peluncuran rudal tiruan yang menargetkan kapal angkatan laut umpan dan simulasi serangan kapal.” Mereka juga secara bertahap memperluas target mereka dari kapal berbendera Penjajah-Z menjadi semua kapal yang melakukan perdagangan dengan Penjajah-Z.”

Al-Deen berpendapat bahwa respons dalam negeri yang positif hanya akan membuat kelompok Houthi semakin berani: “Warga Yaman pro-Palestina, dan perasaan itu telah berkembang ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya selama tiga bulan terakhir.” Ketika kelompok lain ragu-ragu, kelompok Houthi justru menunjukkan keberanian, sambil memproduksi video propaganda seperti helikopter berbendera Palestina yang mendarat di dek kapal Galaxy Leader, sebuah kapal kargo yang berlayar di Laut Merah.

Kelompok Houthi sangat bangga ketika seorang pewawancara BBC bertanya kepada Mohammed Ali al-Houthi, anggota dewan tertinggi Houthi, mengapa mereka menganggap perlu untuk campur tangan di Palestina yang “bermil-mil jauhnya”. Dia menjawab: “Adapun Biden, apakah dia tetangga Netanyahu? Apakah mereka tinggal di apartemen yang sama, dan apakah presiden Perancis tinggal di lantai yang sama dan perdana menteri Inggris di gedung yang sama?”

Abdulghani al-Iryani, juga dari Sana’a Centre, menyatakan: “Kamp anti-Houthi di Yaman tercengang. Beberapa pernyataan yang dibuat untuk melawan Houthi sejak awal operasi mereka untuk mendukung Palestina telah dikritik habis-habisan oleh masyarakat Yaman. Sentimen ini terekam dalam ungkapan umum: ‘Saya dan saudara laki-laki saya menentang sepupu kami, dan saya serta sepupu saya menentang orang asing.’ Warga masyarakat dari berbagai latar belakang menuntut agar juru bicara kelompok anti-Houthi ‘menutup mulut’ mereka.”

Memang benar bahwa beberapa pemimpin Houthi telah menghubungi lawan-lawan politik jangka panjang mereka di Partai Islah untuk melihat apakah mereka akan memiliki tujuan yang sama dalam melawan Penjajah-Z.

Al-Deen menegaskan Houthi tidak akan tergoyahkan oleh serangan-serangan Barat namun akan menganggapnya sebagai sebuah hadiah, bahkan sebagai sersan perekrutan. “Mereka telah menghabiskan waktu bertahun-tahun melawan Saudi, menanggung kerugian. Mereka bukanlah tentara klasik dengan pangkalan militer statis. Milisi mengubah aturan perang, dan dengan bantuan Iran, mereka kini memiliki kapasitas dan keahlian untuk memproduksi drone di dalam negeri. AS dan Inggris memberikan peringatan yang sangat panjang bahwa hal ini akan terjadi, jadi tidak ada unsur kejutan.”

Dia mengatakan apa yang terjadi pekan  lalu “akan membuat Houthi percaya bahwa mereka bukan lagi pemain lokal tetapi pemain regional yang memiliki legitimasi untuk melakukan konfrontasi langsung dengan Amerika”. Dia mengatakan dia bisa melihat Houthi bahkan menembakkan rudal ke Bahrain, satu-satunya negara Arab yang mendukung serangan udara untuk mempertahankan kebebasan bernavigasi.

Farea al Muslimi, dari program Timur Tengah Chatham House, memperingatkan: “Kelompok Houthi jauh lebih cerdas, siap dan mempunyai perlengkapan yang lebih baik daripada yang disadari oleh banyak komentator barat. Kecerobohan dan kesediaan mereka untuk bertindak tegas dalam menghadapi tantangan selalu diremehkan.”

Mereka juga tahu bahwa aliansi angkatan laut militer yang mendukung Amerika sangatlah sedikit. Mesir, meski mendapat pemasukan dari Terusan Suez, menolak mendukung serangan udara AS. Tidak ada negara Arab, kecuali mungkin UEA, yang berani menentang tuduhan Houthi yang menyebut orang-orang Yaman berani mengambil alih kekuasaan AS. Arab Saudi takut tiket keluarnya dari Yaman akan dirobek.

Serangan rudal mungkin dipandang oleh negara-negara barat sebagai satu-satunya pilihan, namun hal ini bukanlah tanpa biaya. Drone Houthi murah. Sebaliknya, Prancis menghabiskan hampir €1 juta untuk setiap rudal Aster 15 yang digunakan Prancis dan Inggris untuk menangkis drone Houthi.

Hal ini berpotensi menjadi perang yang panjang dan memakan biaya, dan mungkin dilancarkan pada berbagai tingkat intensitas yang berbeda-beda. (Diterjemahkan oleh Khalidmu kunjungi https://englisc-trans.blogspot.com/2024/02/inggris-dan-as-terhadap-yaman-telah.html, sumber: bit.ly/3wCpvAi)

Share: