Youtube Channel

About

Selamat datang di Blog Analis Palestina yang mengkhususkan diri pada opini, penerjemahan informasi dan analisa terkini terkait perkembangan yang terjadi di Palestina dan sekitarnya. Email: khalidmusholla@gmail.com
Tampilkan postingan dengan label Gaza. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gaza. Tampilkan semua postingan

Rabu, 02 April 2025

5 Bom yang Digunakan Israel untuk Hancurkan Gaza

 5 Bom yang Digunakan Negara Zionis untuk Hancurkan Gaza

Oleh: Shadi Abdul Hafiz


Bom Mark-84 buatan Amerika (Shutterstock)


Aljazeera Net - Terakhir diperbarui: 28/3/2025 06:24 (Waktu Mekkah)


Pada akhir Januari 2025, situs web Amerika Axios, mengutip tiga pejabat senior Israel, mengungkapkan keputusan yang diambil oleh Presiden AS Donald Trump untuk mencabut larangan yang diberlakukan oleh pendahulunya, Joe Biden, untuk memasok bom-bom berat berukuran 2.000 pon yang dialokasikan bagi Israel.


Menurut laporan, sekitar 1.800 bom Mark 84, yang disimpan di gudang militer AS, dijadwalkan untuk dimuat ke kapal angkut militer, menuju pantai Israel.


Pada pertengahan Februari, hal ini tidak menjadi rahasia lagi. Kementerian Pertahanan Israel mengumumkan bahwa mereka telah menerima pengiriman tersebut, sementara Menteri Pertahanan Israel Yisrael Katz menyatakan bahwa bom tersebut merupakan "penambahan strategis yang penting."



Bom Mark-84 buatan AS mampu menciptakan ledakan besar yang dapat menghancurkan struktur besar dan menciptakan kawah besar di bumi (Associated Press)



1. Mark- 84


Kejadian ini hanyalah satu episode dalam serial panjang yang berulang . Antara tahun 2023 dan 2025, di tengah serangan udara Israel yang gencar terhadap Jalur Gaza. Senjata Amerika tampak jelas terlihat jelas berada di belakang medan tempur, dengan bom Mark-84 mendominasi dan menjadi yang paling banyak digunakan.


Tingkat penggunaannya telah mencapai titik yang tidak dapat diabaikan lagi, dan telah menjadi kesaksian yang memberatkan atas berbagai pelanggaran berulang kali Israel terhadap hukum humaniter internasional dengan cara menargetkan warga sipil dan infrastruktur.


Pada bulan Oktober 2024, hasil studi terperinci diumumkan, yang mengungkapkan bahwa antara 7 Oktober dan 17 November 2023, Angkatan Udara Israel menjatuhkan sedikitnya 600 bom Mark-84, yang masing-masing seberat 2.000 pon (satu pon sama dengan 0,453 kilogram), di daerah-daerah berpenghuni dan sangat sensitif, termasuk rumah-rumah sakit. Ini bukan hanya sekedar angka; tapi ini merupakan adegan yang berulang atas gedung-gedung yang  runtuh dan nyawa yang melayang tertimbun di bawah reruntuhan.


Para peneliti menyimpulkan bahwa Israel mengadopsi pola sistematis menjatuhkan bom raksasa ini di dekat rumah sakit, pada jarak yang diperhitungkan cukup untuk menyebabkan kerusakan parah dan kematian yang disengaja. Mereka menjelaskan bahwa jenis kerusakan ini tidak hanya berdampak langsung pada sistem perawatan kesehatan, tetapi juga berdampak jangka panjang pada setiap aspek kehidupan di Gaza.


Bom Mark-84 merupakan salah satu turunan serial Mark-80 Amerika, keluarga bom umum yang beratnya berkisar antara 2000 hingga 2.500 pon. Namun, tanpa berlebihan, ia mewakili saudara tuanya dan lebih merusak dalam serial bom ini. Rudal ini dirancang untuk menjalankan berbagai misi, mampu diluncurkan dari berbagai jenis pesawat militer, dan menargetkan infrastruktur serta struktur darat yang besar.


Namun sisinya paling mengerikannya muncul pada saat ledakannya; dimana dia menciptakan ledakan dahsyat yang dapat meratakan bangunan dengan tanah, menciptakan lubang besar sedalam 11 meter dan lebar 20 meter, sementara gelombang tekanan yang ditimbulkannya meluas dalam jarak sekelilingnya secara luas, mengancam semua yang berada dalam jangkauannya jadi hancur lebur.


Meski memiliki berbagai kemampuan merusak ini, Mark-84 tetap merupakan bom "bodoh". Ia tidak memiliki sistem pemandu yang cerdas dan malah mengandalkan terjun bebas. Serta merta saat dijatuhkan dari pesawat, ia mengikuti jalur melengkung yang ditimbulkan gravitasi, sehingga dia menjadi kurang akurat, terutama bila dijatuhkan dari ketinggian yang menjulang.


Keunggulan lain dari bom ini adalah desainnya yang sederhana dan biayanya yang rendah dibandingkan dengan amunisi berpemandu pintar membuatnya menjadi pilihan yang disukai oleh negara-negara yang ingin mengurangi biaya perang, bahkan meskipun bayarannya adalah nyawa warga sipil.


Faktanya, laporan intelijen AS mengungkapkan bahwa setengah dari bom yang dijatuhkan Israel di Gaza adalah jenis yang tidak dipandu, meskipun Jalur Gaza sangat padat penduduknya, yang menunjukkan adanya niat yang disengaja untuk menghantam warga sipil.


Mark-84 terdiri dari struktur baja ramping, memuat sekitar 429 kilogram bahan peledak Tritonal, campuran trinitrotoluena (TNT) dan bubuk aluminium, yang menggandakan daya ledak dan pembangkit tenaga panas dan ledakan. Bom ini meledak saat mengenai sasaran, atau beberapa saat setelahnya, menembus beton atau lapisan tanah sebelum melepaskan kobaran api.


Namun penggunaannya di Gaza, daerah yang berpenduduk padat, tidak sesuai dengan tujuan dibuatnya bom ini. Bom-bom ini terutama dirancang untuk digunakan di medan perang terbuka, terhadap target militer besar, bukan di lingkungan pemukiman atau dekat rumah sakit.


Untuk lebih memahami dampak merusak dari penggunaan bom jenis ini, mari kita bandingkan kemungkinan jatuhnya bom yang tidak diarahkan ke suatu area, dan bom yang diarahkan. Dalam kasus pertama, bom dapat menghancurkan tempat mana pun yang dikenainya dalam area seluas hingga 125.000 m2, setara dengan luas sekitar 18 lapangan sepak bola.Sedangkan dalam kasus kedua (bom pintar), areanya berkurang menjadi 314 m2.

Dubai, United Arab Emirates -Nov.18.2009: A Mk 84 bomb fitted with GBU-31 JDAM(Joint Direct Attack Munition) kit in Dubai International Airshow 2009

Joint Direct Attack Munition (JDAM) merupakan produk Amerika, tetapi ia sendiri bukanlah bom. Sebaliknya, ia merupakan otak elektronik yang ditambahkan ke badan bom konvensional, mengubahnya menjadi alat pembunuh yang cerdas dan merusak. Sumber: Shutterstock



2. "Joint Direct Attack Munition" (JDAM).


Selain bom "bodoh" yang dijatuhkan oleh pesawat tempur Israel di Jalur Gaza, ada jenis lain yang tidak kalah berbahayanya, tetapi bahkan lebih akurat dan efektif. Jenis ini dikenal sebagai "Joint Direct Attack Munition" (JDAM). Ini adalah produk Amerika, tetapi bukan bom itu sendiri. Sebaliknya, ia merupakan otak elektronik yang ditambahkan ke badan bom konvensional, mengubahnya menjadi alat pembunuh yang cerdas dan merusak.


Sistem teknis ini tidak membedakan antara bom kecil yang beratnya 250 pon, atau bom berat seperti Mark-84 yang beratnya 2.000 pon. Setelah bom dilengkapi dengan alat pemandu ini, ia menjadi bom pintar. Misalnya, jika perangkat ini ditempatkan pada Mark-84, ia akan berubah menjadi bom yang disebut BLU-109/MK 84K, yang mampu mengenai sasarannya dengan akurasi tinggi, bahkan dalam kegelapan atau cuaca badai.


Idenya adalah untuk melengkapi bom dengan perangkat navigasi canggih berdasarkan Sistem Pemosisian Global (GPS) dan Sistem Navigasi Inersia (INS), dan menambahkan sirip pemandu di bagian ekor untuk mengoreksi lintasan bom saat dijatuhkan.


Sebelum pesawat tempur lepas landas, ia mengunduh koordinat target ke dalam sistem elektroniknya. Selama penerbangan, kru dapat menyesuaikan koordinat ini secara manual atau melalui sensor canggih pesawat, yang memberinya kemampuan untuk menangani target yang berubah atau tiba-tiba. Setelah diluncurkan, bom tersebut menjadi seperti anak panah yang ditembakkan, mengikuti jalur yang ditentukan secara tepat hingga mendarat di jantung sasaran yang dituju, dengan margin kesalahan yang, dalam kasus terbaik, tidak melebihi 5 hingga 10 meter.


Pemikiran serius tentang jenis amunisi ini dimulai pasca belajar dari Perang Teluk Kedua. Awan asap dan badai pasir mengungkap kelemahan serius pada kemampuan bom konvensional dalam mengenai sasarannya secara akurat, terutama saat diluncurkan dari ketinggian.


Pada tahun 1992, penelitian dimulai, yang berujung pada pengujian yang sukses pada akhir tahun 1990-an yang mencapai tingkat akurasi 9,6 meter dan tingkat keandalan 95%, angka yang sangat besar menurut standar Angkatan Udara.


Namun, seperti semua yang dibuat secara presisi, senjata pintar ini harganya mahal, sekitar $40.000 masing-masing, dibandingkan dengan biaya $3.000-$16.000 untuk bom Mark-84 konvensional, yang nasibnya bergantung pada gravitasi, berayun tanpa kendali di udara.


Kesenjangan harga ini berimbang dengan kesenjangan serupa dalam hal akurasi. Sementara JDAM mendarat dalam jarak 5-10 meter dari sasaran, Mark-84 mungkin meleset dari sasaran hingga ratusan meter, yang berarti di medan perang akan ada lebih banyak korban sipil dan bangunan-bangunan dihancurkan tanpa pandang bulu.


Meskipun amunisi ini memiliki "reputasi bersih" sebagai bom pintar, penggunaannya di daerah padat penduduk menjadikannya alat pembunuh yang tidak kalah mematikan daripada bom buta. Di Gaza, di mana tidak ada batas yang memisahkan rumah, rumah sakit, dan medan perang, perbedaan antara bom “bodoh” dan bom “pintar” semata merupakan ilusi.



3. SPICE


Israel juga menggunakan perangkat bom berpemandu presisi lainnya yang dikembangkan oleh Rafael Advanced Defense Systems, yang disebut SPICE. Seperti JDAM, ini adalah perangkat panduan tambahan yang dapat dipasang pada bom "sederhana" biasa seperti seri Mark-84, 83, dan 82, mengubahnya menjadi bom pintar yang sangat akurat. Harganya mulai dari $50.000 hingga $150.000.


Di bagian depan bom terdapat kamera elektro-optik yang diberi gambar rinci target terlebih dahulu, mirip dengan memori pembunuh. Berkat kombinasi GPS dan sistem navigasi inersia (INS), bom-bom ini dapat mengenai sasarannya bahkan saat tidak ada sinyal satelit atau di udara yang berantakan.


Keberhasilan bom berpemandu diukur berdasarkan apa yang disebut sebagai "probabilitas kesalahan lingkaran," atau jarak antara titik yang dituju dan titik dijatuhkannya. Di sini, SPICE membanggakan diri akurasinya yang kurang dari 3 meter.


Pada pagi hari tanggal 13 Juli 2024, di wilayah Mawasi Khan Yunis, yang oleh warga yang mengungsi dianggap sebagai “zona aman,” sebuah rudal jenis Spice 2000 seberat dua ton menghantam tenda-tenda warga sipil.


Menurut kesaksian tiga ahli yang berbicara kepada The New York Times, dan berdasarkan pola pecahan dan kedalaman lubang, bom yang digunakan dalam pembantaian itu adalah jenis ini. Jumlah korban tewas mencapai sedikitnya 90 warga Palestina, sementara rumah sakit kewalahan menampung ratusan korban terluka, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.


Meskipun bom tersebut dirancang agar akurat, penggunaannya di daerah berpenduduk padat membuatnya tidak memiliki nilai moral maupun hukum. Sekalipun jika dia tepat mengenai sasaran, daerah sekelilingnya dipenuhi orang-orang yang aman. Tentara penjajah tidak ragu untuk menggunakannya secara luas, bahkan di wilayah-wilayah yang sebelumnya penduduknya diminta untuk mengungsi, dengan dalih bahwa wilayah tersebut adalah "zona kemanusiaan".

سبايس-2000

Rudal Spice-2000 milik Israel (Al Jazeera)


Bom yang sama, Spice 2000, terlihat lagi di langit Beirut pada bulan Oktober 2024, ketika serangan udara Israel dilaporkan menargetkan sebuah gedung di desa Tayouneh, menghancurkan gedung sepuluh lantai hingga rata dengan tanah.


Meskipun Rafael adalah produsen SPICE, perang menuntut keserakahan yang tidak dapat dipuaskan oleh toko-toko lokal. Oleh karena itu, pada awal agresi di Gaza, khususnya pada bulan Oktober 2023, Amerika Serikat mengirim sejumlah besar bom kepada Israel, yang dikenal sebagai "Spice Family Glider Bomb Kits," senilai $320 juta, menurut New York Times.


Biaya satu bom dimulai dari $50.000 dan dapat mencapai $150.000, tergantung pada jenis target dan misi. Namun, beberapa orang yakin hal ini lebih murah daripada memperpanjang perang atau menggagalkan misi militer.


Semua bom di atas (dan yang berikutnya) sering diluncurkan dari dua jenis utama pesawat buatan Amerika yang digunakan Israel secara luas dalam perang saat ini di Gaza: F-15 dan F-16. Yang keistimewaannya yang pertama berdasarkan kemampuannya mengendalikan wilayah udara, berkat mesinnya yang bertenaga dan kecepatannya yang melebihi dua kali kecepatan suara. Pesawat tersebut juga mampu membawa senjata dalam jumlah besar dan terbang dalam jarak jauh. Keistimewaannya yang kedua, pesawat ini memiliki kelincahan, kemampuan manuver yang tinggi, dan desain yang memungkinkan pelaksanaan serangan yang tepat dengan biaya operasi yang relatif rendah dibandingkan dengan pesawat yang lebih berat.



4. Bunker Buster


Selama operasinya di Gaza, tentara Israel menggunakan bom penghancur bunker “bunker-buster” dengan maksud menghancurkan terowongan yang tetap tidak bisa ditembus. Bom-bom ini melepaskan karbon monoksida yang mematikan saat meledak. Gas yang tidak berwarna dan tidak berbau ini menyebabkan sesak napas di dalam terowongan.


Strategi ini tidak lahir begitu saja. Bermula pada tahun 2017, saat tentara penjajah menemukan bahwa beberapa bomnya mengeluarkan gas mematikan saat meledak di ruang tertutup. Untuk kemudian dilakukan uji coba pertama kali di Gaza pada tahun 2021.


Karena terowongan tersebut merupakan jaringan tersembunyi yang sulit dideteksi, tidak terlihat maupun dipetakan, Israel merancang sebuah kebijakan "pelapisan", yang melibatkan penjatuhan sejumlah bom penghancur bunker seberat 2.000 pon di area luas yang diyakini berisi jaringan terowongan, meskipun tidak ada koordinat yang tepat.


Oleh karena itu pengeboman tidak diarahkan pada satu titik, tetapi ke seluruh area, dengan jangkauan ratusan meter. Menebar ke semua penjuru desa seperti melapisi karpet, satu bom diikuti bom lainnya. Operasi-operasi ini dilaksanakan dengan persetujuan Israel dan koordinasi langsung Amerika, meskipun semua orang menyadari sepenuhnya bahwa bom-bom itu tidak akan membedakan antara petempur dan warga sipil, dan bahwa ratusan warga Palestina dapat menjadi "korban tambahan" dari kegilaan rekayasa ini.


Antara tahun 2023 dan 2025, selama konflik Gaza, penjajah menggunakan beberapa jenis bom penghancur bunker untuk menargetkan fasilitas bawah tanah yang dibentengi, seperti bom Blue 109B seberat 2.000 pon dan bom GBU-28 berpemandu laser seberat 5.000 pon.


Bom penghancur bunker secara umum didefinisikan sebagai bom yang dirancang untuk menembus bangunan berbenteng dan bunker bawah tanah, seperti GBU-28, yang dapat menembus lebih dari 30 meter bumi atau 6 meter beton.


Bom-bom ini dirancang agar relatif berat dan bergerak dengan kecepatan tinggi, sehingga beberapa jenis bom ini beratnya lebih dari satu ton per bom. Massa dan kecepatan yang tinggi menghasilkan sejumlah besar energi kinetik, yang membantu bom menembus jauh ke dalam tanah atau struktur beton sebelum meledak.


Beberapa bom penghancur bunker, terutama yang dirancang untuk penetrasi kedalaman, menggunakan pendorong roket yang diaktifkan saat fase penurunan final menuju sasaran, untuk memaksimalkan kecepatannya.


Selain itu, bom dirancang dengan pembungkus luar yang relatif panjang, tipis, dan diperkuat, sering kali terbuat dari bahan-bahan seperti baja berkekuatan tinggi, tungsten, atau dalam beberapa kasus uranium yang telah dikosongkan (produk sampingan dari pengayaan uranium). Bahan-bahan ini padat dan cukup kuat untuk memusatkan energi kinetik pada area permukaan yang kecil, meningkatkan kemampuannya untuk menembus beton dan bumi.


Fitur utama bom penghancur bunker adalah sekering yang bekerja di akhir. Alih-alih meledak saat bersentuhan seperti bom konvensional, bom ini diprogram untuk meledak hanya setelah bom tersebut menembus target dalam-dalam. Hal ini memastikan bahwa energi peledakan dilepaskan dalam struktur, sehingga kerusakan yang ditimbulkan jadi maksimal.


Peledakan di akhir mencegah bom meledak sebelum waktunya di permukaan, yang akan menyebarkan energi ke luar daripada memusatkannya di dalam bunker. Setelah bom menembus sasaran, ia menggunakan hulu ledak berdaya ledak tinggi, biasanya terbuat dari senyawa kuat seperti HMX atau RDX. Ledakan tersebut menghasilkan gelombang kejut yang hebat, menciptakan tekanan berlebih dan panas yang hebat dalam ruang target yang terbatas.

Rudal AGM-114N Hellfire memiliki hulu ledak termobarik (media sosial)


5. Hellfire


Pada musim semi tahun 2024, Observatorium Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania mendokumentasikan pemandangan yang tak terlukiskan di Jalur Gaza: mayat-mayat terlihat tidak hanya terbunuh tetapi juga tampak menguap atau meleleh di tempat, menyusul pemboman Israel yang menargetkan rumah-rumah warga. Pengamatan ini mendorong Observatorium untuk menunjukkan bahwa "investigasi internasional harus diluncurkan terkait kemungkinan penggunaan senjata yang dilarang secara internasional oleh Israel, termasuk bom vakum (termobarik-pent)."


Apa itu bom vakum? It cu bukan sekedar bom, tapi neraka teknis. Ini adalah senjata yang tidak cukup meledak sekali saja, tetapi menciptakan badai api yang dimulai dengan awan bahan bakar yang melayang di udara, yang kemudian menyala untuk menghasilkan ledakan yang jauh lebih dahsyat dari bahan peledak konvensional dalam hal tekanan, panas, dan daya hancur.


Bom vakum, juga dikenal sebagai senjata termobarik, beroperasi dalam dua tahap: ledakan utama melepaskan awan bahan bakar halus, dalam bentuk tetesan atau bubuk, yang menyebar ke udara. Kemudian ledakan kedua yang menyulut awan ini setelah bercampur dengan oksigen, mengubahnya menjadi bola api dengan suhu yang dapat melebihi 3.000 derajat celcius, melepaskan gelombang tekanan besar yang melahap semua yang berada dalam jangkauannya, terutama di ruang tertutup seperti terowongan dan tempat pengungsian.


Platform media sosial tidak jauh dari medan perang. Sebuah foto diambil dari helikopter Apache Israel yang membawa amunisi berpita merah yang menjuntai di atasnya, sinyal yang digunakan dalam sistem kode Amerika untuk menunjukkan versi termal atau vakum dari rudal Hellfire.


Gambar tersebut memicu kontroversi besar, yang mendorong militer Israel untuk kemudian menghapusnya, menurut penulis The War Zone Thomas Newdick.


Rudal AGM-114N Hellfire berisi hulu ledak termobarik, yang dirancang khusus untuk meningkatkan daya mematikan di ruang terbatas, seperti bunker, gua, dan lingkungan perkotaan.


Tidak seperti hulu ledak konvensional yang hanya mengandalkan ledakan dan fragmentasi, rudal Hellfire termobarik menciptakan gelombang tekanan kuat dan suhu tinggi untuk memaksimalkan kerusakan dalam area terbatas. Rudal ini menggunakan muatan peledak logam yang dikuatkan, yang menyebar campuran bahan bakar - udara untuk kemudian menyala, menghasilkan ledakan kedua yang lebih besar yang sangat meningkatkan tekanan dan efek panasnya. 


Apa yang terjadi di Gaza bukanlah insiden pertama, melainkan episode baru dalam serangkaian penggunaannya yang memicu kecurigaan. Selama perang tahun 2006 melawan Hizbullah di Lebanon, Israel dituduh menggunakan bom-bom ini, yang menuai kritik dari Amnesty International, yang menyatakan bahwa "kemampuan destruktif yang signifikan dari senjata-senjata ini menimbulkan kekhawatiran bahwa senjata-senjata ini sering kali menyebabkan pembunuhan tanpa pandang bulu."


Adegan yang tak terlupakan dari tahun 1982, di tengah pengepungan Beirut, tatkala pesawat Israel menjatuhkan bom vakum di sebuah bangunan perumahan tempat mereka yakini Yasser Arafat bersembunyi. Arafat tidak ada di sana, tetapi 200 orang terbunuh hanya dalam sekejap.(kho)


Sumber:

https://www.aljazeera.net/politics/2025/3/28/%D9%85%D8%B9%D8%B8%D9%85%D9%87%D8%A7-%D8%A3%D9%85%D9%8A%D8%B1%D9%83%D9%8A%D8%A9-%D9%87%D8%B0%D9%87-%D8%A3%D8%B4%D8%B1%D8%B3-5-%D9%82%D9%86%D8%A7%D8%A8%D9%84


Share:

Selasa, 25 Maret 2025

Apache Si Penebar Kematian dan Teror di Gaza

 Apache Si Penebar Kematian dan Teror di Gaza


Pusat Informasi Palestina, Senin, 24 Maret 2025, 16.20 



Gaza - Di langit Jalur Gaza, tempat harapan tergantung antara pemboman dan keteguhan, helikopter AH-64 Apache menjadi simbol kengerian dan kehancuran yang menonjol.


Sejak dimulainya agresi Israel di Jalur Gaza, pesawat ini telah menjadi alat utama untuk merenggut nyawa dan menghancurkan infrastruktur, rudal mematikannya digunakan untuk memberangus warga sipil, rumah, dan bahkan ambulans.


Monster Udara: Senjata Israel yang Mematikan 


Helikopter Apache adalah salah satu pesawat penyerang tercanggih di gudang senjata militer Israel, dilengkapi dengan sistem penargetan yang presisi dan rudal Hellfire yang mampu mengenai sasaran dengan akurasi yang sangat tinggi. Karena kecepatan dan kemampuan manuvernya, pesawat ini digunakan untuk melakukan pembunuhan terhadap pejuang perlawanan Palestina, selain mengebom daerah pemukiman dan kendaraan sipil di jalan-jalan sempit Gaza.



Misi Pembunuhan


Mahmoud al-Khatib, warga perkampungan Shuja'iyya, menceritakan saat-saat mengerikan yang dialaminya ketika Apache menargetkan kendaraan sipil di depan rumahnya.


Ia berkata: “Kami sedang duduk di rumah ketika mendengar suara pesawat. Kami tidak melihatnya, tetapi kami merasakan kematian akan datang. Tiba-tiba, mobil yang ada di depan kami meledak, dan puing-puingnya berserakan di mana-mana. Tidak ada peringatan, hanya satu rudal cukup untuk menghabisi nyawa orang-orang yang ada di dalamnya dalam sekejap!”


Jurnalis Ahmad Mansur, yang telah berulang kali meliput agresi Israel di Gaza, menegaskan bahwa Apache sering digunakan untuk melakukan pembunuhan di siang bolong, tanpa memperhatikan adanya warga sipil yang berada di dekat sasaran.


Ia mengatakan, "Penjajah menggunakan pesawat ini sebagai alat teror. Dia tidak cukup mengebom target tertentu, tetapi meluncurkan sejumlah rudal untuk memastikan penghancuran semua yang berada dalam jangkauan serangan, tanpa membedakan antara orang bersenjata dan warga sipil."



Pembunuhan dari Udara tanpa Pertanggungjawaban


Sejak pecahnya Intifada Kedua pada tahun 2000, Israel telah menggunakan helikopter Apache dalam operasi pembunuhan yang menargetkan para pemimpin perlawanan Palestina, seperti Salah Shahadeh dan Syeikh Ahmad Yassin.


Saat ini, helikopter-helikopter ini melanjutkan perang terbuka mereka melawan Jalur Gaza, beroperasi bebas di udara, menelan korban jiwa tanpa menghadapi permintaan tanggung jawab apapun secara internasional.


Analis militer Wassef Erekat menegaskan bahwa penjajah mengandalkan helikopter Apache untuk melakukan serangan "pembedahan", tetapi faktanya menunjukkan bahwa serangan ini sering kali menewaskan warga sipil, terutama di lingkungan yang padat penduduk.


Ia menambahkan kepada koresponden Palinfo: "Tentara Israel melakukan pembenaran atas serangan ini dengan alasan bahwa serangan tersebut menargetkan elemen bersenjata, tetapi faktanya sebagian besar korban adalah orang yang tidak bersalah, termasuk anak-anak dan wanita."


Bukan hanya target individu yang dibom oleh Apache; tapi seluruh anggota keluarga telah dihancurkan oleh pesawat ini.



Apache: Simbol Terorisme Udara


Saat rakyat Gaza berjuang hidup di bawah pengepungan dan kehancuran, Apache terus melayang-layang di langit bak mimpi buruk tak berujung, suaranya cukup untuk menimbulkan ketakutan di hati anak-anak sebelum orang dewasa.


Tanpa adanya tindakan internasional untuk menghentikan kejahatan ini, Gaza tetap sendirian menghadapi mesin perang yang tidak membedakan antara pejuang dan anak-anak, antara rumah dan ambulans.


Di Jalur Gaza, di mana tidak ada tempat berlindung dan tidak ada peringatan dini, suara Apache tetap menjadi pertanda kematian yang datang dari langit.(KHO)


Sumber: https://palinfo.com/news/2025/03/24/944820//


Share:

Rabu, 19 Maret 2025

Artikel Puitis: Gaza.. Mau Kemana?

 Artikel Puitis: Gaza.. Mau Kemana?

Oleh: Mukhtar Khawaja

Pemerhati Fikrah Islami, Aspek Etika dan Moralitas Peradaban Islam.


Blog Al Jazeera Net - Tanggal 18 Maret 2025

Israel melanjutkan agresinya terhadap Gaza (media sosial)


Gaza dan gempuran beruntun yang kembali lagi. Para syuhadanya bukanlah angka, tapi mereka adalah banyak keluarga, desa-desa, dan generasi. Agresi terus berlanjut, dan katastrofi semakin dalam, dan sistem internasional tampaknya tidak terlalu peduli. Sesungguhnya ini adalah musibah yang datang silih berganti sehingga menjadi tidak berarti bagi Gaza.


Warga Gaza berjalan sendirian, sementara luka tusuk bertambah dan terus berlanjut. Gaza, yang sudah berdarah, kembali berdarah. Gaza mencoba melawan. Para pengungsi kembali bertahan di tengah reruntuhan, tanpa air atau makanan, dan negosiasi berlangsung untuk menyelamatkan warga sipil dan membebaskan para sandera.


Tapi yang terjadi sekarang membalikkan persamaan.


Saat ini,  Gaza tidak akan kehilangan apa pun. Bahkan, keinginannya untuk menang mungkin semakin bertambah, dalam bentuk apa pun, bahkan jika itu adalah operasi mati syahid di sana-sini. Inilah yang dipahami dan diketahui pihak lain. Orang-orang telah mencapai tepi jurang, dan mereka dapat melompat dari sana ke sisi lain, dan mencapai apa yang mereka inginkan secara pribadi setelah meninggalkan jejak mereka di sisi lain.


Dalam jangka panjang, ada generasi mendatang yang akan melawan dengan segala cara, karena sungai akan mengukir jalur yang berbeda untuk dirinya sendiri tidak peduli seberapa jauh dari hulunya. Apa yang tampak menurun di dalam jalurnya sebenarnya merupakan peluang untuk memperkuat momentumnya.


Warga Gaza mulai menebar harapan dan optimisme setelah penandatanganan perjanjian gencatan senjata antara perlawanan Palestina dan Penjajah Israel, dan gencatan senjata mulai berlaku. Warga Gaza bangkit dari rasa sakit dan luka mereka, dan mulai menggali kehidupan baru di tengah reruntuhan. Namun, penjajah tidak memberi mereka kesempatan untuk hidup di tengah kehancuran yang diciptakannya di setiap jengkal dan sudut yang darinya tercium aroma busuk kematian, menyesakkan hidung dan mencekik napas.


Belum sempat warga Gaza mengatur napas, kapal perang dan pesawat kriminal Israel kembali, merenggut nyawa dan menghancurkan sisa sumber daya apa pun yang memungkinkan warga Gaza bertahan di tanah mereka dan menghadapi semua rencana pengusiran.


Sungguh Gaza membayar harga yang mahal. Mesin perang Israel terus melakukan kebrutalannya, membunuh dan menghancurkan. Mereka menghancurkan tanaman dan anak turunan manusia, tidak menyisakan satu hal pun, mengubah mayat menjadi abu, di tengah-tengah kebungkaman internasional yang mencurigakan dan persetujuan Amerika, dengan mengorbankan nyawa-nyawa yang tiada berdosa.


Warga Gaza tidak punya apa-apa lagi yang bisa membuat mereka kehilangan.Tidak seorang pun tahu apa yang digendong oleh hari-hari dalam rahimnya. Ketika seseorang kehilangan harapan, diliputi keputusasaan, dan diliputi rasa frustasi, semua skenario menjadi terbuka untuk semua kemungkinan. Dia sekarang dalam keadaan siap meledak.


Ini adalah pertanyaan yang pihak lain takut untuk menjawabnya. Dalam jangka pendek, para syuhada membubung naik satu demi satu. Kita semua menganggap mereka semua adalah orang-orang yang diterima syahid selama bulan suci Ramadhan. Sebaliknya, dalam jangka panjang, ada generasi mendatang yang akan melawan dengan segala cara yang mungkin. Sang sungai mengukir jalan yang berbeda untuk dirinya sendiri, tidak peduli seberapa jauh ia dari hulunya. Apa yang nampak seperti rendah di dalam alirannya sebenarnya itu adalah momentum untuk memperkuat dorongannya.


Begitulah sungai-sungai yang besar itu: Gaza adalah sungai besar yang delta-nya berada di Al-Fath (Penaklukan atau kemenangan) atau di Sungai Barq (Sungai di pintu surga seperti disebutkan Nabi SAW - pent.)


Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini tidak harus mencerminkan posisi editorial Al Jazeera Network.(KHO)


Sumber:

https://www.aljazeera.net/blogs/2025/3/18/%d8%ba%d8%b2%d8%a9-%d8%aa%d9%83%d8%b3%d8%b1-%d8%a7%d9%84%d9%86%d8%b5%d8%a7%d9%84-%d8%b9%d9%84%d9%89-%d8%a7%d9%84%d9%86%d8%b5%d8%a7%d9%84


Share:

Rabu, 05 Maret 2025

Menara-menara Masjid yang Bisu: Gaza Berjuang Menghidupkan Kembali Syiar Ramadhan Pasca Kehancuran Masjid-masjidnya

Menara-menara Masjid yang Bisu:  Gaza Berjuang Menghidupkan Kembali Syiar Ramadhan Pasca Kehancuran Masjid-masjidnya


Palinfo - Rabu 5 Maret 2025 jam 08:55 pagi.


Sumber foto: Palinfo


Gaza - Di tengah kehancuran besar-besaran yang ditinggalkan oleh perang Israel terhadap Gaza, warga masyarakat menghadapi penderitaan spiritual yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan datangnya bulan suci Ramadhan, karena melaksanakan aktifitas ibadah khususnya shalat berjamaah dan shalat tarawih, menjadi hal yang sangat sulit.



Dengan dihancurkannya lebih dari 1.109 masjid oleh penjajah, baik secara keseluruhan maupun sebagian, seluruh desa-desa dan perkampungan di Jalur Gaza telah kehilangan masjid, yang memaksa warga untuk menggunakan solusi alternatif seperti mengadakan shalat di jalan-jalan atau di dalam tenda-tenda di titik-titik penampungan.


“Tidak Ada Suara Adzan”: Ramadan di Gaza Tanpa Menara


Direktur Humas dan Media Kementerian Wakaf, Ekram Al-Mudallal dalam keterangan persnya, membenarkan bahwa rusaknya masjid-masjid yang ada  berdampak sangat besar terhadap suasana bulan suci Ramadhan. Pasalnya, banyak warga yang tidak dapat mendengar lagi kumandang adzan karena hilangnya menara dan alat pengeras suara. Akibatnya, mereka harus memperkirakan sendiri waktu berbuka dan sahur karena keterbatasan sarana dan prasarana.


Ia menambahkan bahwa penjajah sengaja mengebom masjid secara langsung, yang menyebabkan hilangnya tempat ibadah dan terganggunya program ibadah kolektif seperti Tarawih, Qiyam al-Layl, dan buka puasa bersama, yang merupakan bagian penting dari suasana spiritual Ramadhan.


Menurut Kementerian Wakaf; Rudal dan bom milik penjajah menargetkan (1.109) masjid, menghancurkan sebagian atau seluruh masjid, dari (1.244) masjid di Jalur Gaza, dengan persentase (89%), karena jumlah masjid yang hancur total mencapai (834) masjid yang rata dengan tanah dan berubah menjadi puing-puing, dan (275) masjid yang rusak parah sebagian, sehingga tidak layak untuk digunakan, yang secara langsung mempengaruhi pelaksanaan ritual keagamaan dan pendirian sholat.



Dampak Psikologis dan Sosial dari Hilangnya Masjid


Warga Gaza merasa bahwa hilangnya masjid berarti tidak hanya hilangnya tempat ibadah, tetapi juga hilangnya salah satu pusat pertemuan sosial dan spiritual terpenting bagi masyarakat Gaza.


Masjid telah menjadi tempat berlindung bagi masyarakat di masa-masa sulit, dan tempat mempererat hubungan masyarakat melalui majelis zikir, hafalan Al-Quran, dan buka puasa bersama.


Saat ini, dengan lenyapnya manifestasi-manifestasi tersebut, penduduk hidup dalam keadaan terisolasi secara spiritual dan kehilangan suasana keagamaan yang biasa mereka nikmati.



Ruang Sholat Darurat Tanpa Listrik dan Tempat Wudhu


Dalam upaya meringankan krisis, Al-Mudallal menjelaskan bahwa kementerian telah mampu mendirikan sejumlah mushola darurat dengan menggunakan tenda dan kayu yang tersedia, khususnya di kamp-kamp penampungan, namun mushola-mushola ini sangat kekurangan layanan dasar, seperti tempat berwudhu, penerangan, dan air bersih.


Ia menjelaskan bahwa sejumlah besar wilayah pemukiman sekarang sama sekali tidak memiliki masjid, yang membuat pendirian tempat alternatif untuk beribadah menjadi sangat sulit, mengingat kurangnya peralatan, tidak adanya listrik, dan agresi yang masih terus berlangsung.



“Penargetan Sistematis”: Menghapus Identitas Keagamaan Warga Gaza


Al-Mudallal menegaskan bahwa penargetan masjid bukan semata efek samping akibat perang, tetapi itu merupakan bagian dari kebijakan sistematis yang bertujuan menghapus identitas keagamaan warga Gaza dan menambah penderitaan warga masyarakat.


Ia memperingatkan bahwa Jalur Gaza saat ini kekurangan perangkat pengeras suara untuk mengumandangkan adzan, dan bahkan menara yang tersisa tidak berfungsi karena pemadaman listrik, seraya menambahkan bahwa kondisi cuaca yang sulit semakin mempersulit upaya untuk membangun ruang shalat darurat yang layak.


“Suara Azan tidak akan Hilang”: Pesan Keteguhan dari Gaza


Meski menghadapi berbagai tantangan, warga Gaza menegaskan bahwa suara adzan tidak akan lenyap dari ingatan mereka, dan akan tetap hadir di hati dan jiwa mereka meski menara masjid menghilang. Dalam setiap kali shalat yang dilakukan di jalan-jalan, atau di dalam tenda kecil, ada pesan yang jelas: “Tidak peduli seberapa banyak masjid kita dihancurkan, iman kami akan tetap lebih kokoh daripada perang.”(KHO)


—-

Sumber

https://palinfo.com/news/2025/03/05/942137/


Share:

Kamis, 20 Februari 2025

Resensi Buku: Strategi bagi pihak yang Lemah



 Resensi Buku: Strategi bagi pihak yang Lemah

Oleh: Ahmed Qaoud, penerjemah: Idham Cholid


Vision Center for Political Development. Istanbul,, 19 Desember 2016

—-------------------------------------------------------------------------------------------

Judul              : Strategi bagi pihak yang lemah “ إستراتيجية الضعف"

Penulis           : Salahuddin  Talib Jabr Al-Awawdeh

Disajikan oleh: Vision Center for Political Development. Istanbul

Penerbit         : Dar Al Fath untuk Studi dan Penerbitan. 

Tanggal terbit : Edisi pertama 2015

Jmlh halaman: 304 halaman

—-----------------------------------------------------------------------------------------


Sebuah buku yang ditulis oleh Salahuddin Al-Awawdeh saat mendekam lebih dari delapan belas tahun di penjara penjajah. Dia meninggalkan kota Dura pada bulan April 1993 hingga kesepakatan Wafa Al-Ahrar 2011. Ditorehkan kata-katanya tatkala kelemahan menjelma dalam semua makna materi dan fisiknya kecuali kemauan dan tekad. Tidak ada tempat di sana untuk kelemahan dan kerapuhan karena, jika tidak, kehidupan menjadi mustahil dan harapan pun hilang.


Judul buku ini diambil dari rahim kenyataan yang dialaminya sebagaimana seluruh masyarakat Palestina mengalaminya, yang tidak punya alat kekuatan apa pun kecuali sebagai pemilik hak, kemauan baja, dan tekad untuk melawan musuh yang kekuatan material dan teknologinya terus tumbuh dari hari ke hari. Begitulah penulis ini menjelaskan pemilihan tema bukunya dan bagaimana karenanya orang yang lemah dapat melawan, dengan kelemahannya, kekuatan penjajah dan algojonya, hingga penulis menciptakan dari kelemahan tersebut sebuah teori dan falsafah yang dapat meraih kemenangan.


Buku ini terdiri dari delapan bab. Pada bab pertama, membahas fenomena perang sebagai fenomena sosial dengan determinan dan hukumnya sendiri, serta meninjau kembali perbedaan pendapat di antara para peneliti selama bertahun-tahun mengenai fenomena sosial, termasuk perang. Montesquieu, misalnya, percaya bahwa sejarah setiap bangsa tidak lain hanyalah hasil tak terelakkan dari hukum-hukum sosialnya, yang bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Sedangkan Kierkegaard percaya bahwa perang tidak lain hanyalah akumulasi kejadian-kejadian yang tidak disengaja yang tidak tunduk pada kajian ilmiah karena kejadian-kejadian tersebut tidak diatur oleh hukum-hukum dalam kemunculan, perkembangan, mekanisme pergerakan, dan penghilangannya, karena hukum-hukum ilmiah hanya berlaku untuk benda-benda mati.


Pandangan lain berpendapat bahwa penerapan ciri-ciri ilmu pengetahuan pada fenomena sosial bersifat relatif karena ilmu-ilmu tersebut diatur oleh kerangka kemauan sadar orang-orang yang berbeda satu dengan yang lain.


Pada bab kedua, penulis membahas perang dan revolusi dari segi konsep, pembagian, tahap, keadaan historis dan internasional. Ia mendefinisikan perang sebagai fenomena penggunaan kekerasan dan paksaan sebagai sarana untuk melindungi kepentingan, memperluas pengaruh, menyelesaikan pertikaian kepentingan, atau menyelesaikan tuntutan yang saling bertentangan antara dua pihak. Sementara itu, ahli teori militer Prusia, Clausewitz, mendefinisikannya sebagai perluasan politik dengan cara lain dan sebagai tindakan kekerasan yang dimaksudkan untuk memaksa lawan agar tunduk pada keinginannya.


Clausewitz juga membagi perang menjadi tiga jenis:

  1. Peperangan konvensional atau klasik, di mana digunakan senjata konvensional yang diketahui memiliki daya rusak yang relatif terbatas.

  2. Perang nonkonvensional adalah penggunaan senjata nonkonvensional yang mempunyai daya rusak yang menyeluruh, seperti senjata nuklir, kimia, kuman atau biologi.

  3. Perang gerilya, atau perang rakyat, lebih ringan daripada perang konvensional, dan biasanya terjadi antara dua pihak yang tidak seimbang, dan kekuatannya tidak teratur pada setidaknya satu pihak, dan didasarkan pada gerakan politik seperti gerakan pembebasan atau kelompok separatis, etnis, atau agama, dan dapat menjadi bagian dari perang konvensional sebagai salah satu taktik perang tersebut.


Penulis memberikan porsi lebih besar dalam tulisannya kepada perang gerilya; Mungkin karena sifat konflik dengan penjajah Israel, rakyat Palestina melakukan apa yang sangat mirip dengan gerilyawan dalam hal perlawanan bersenjata. Gerilya berurusan dengan taktik dan strategi, meninjau berbagai pengalaman sejarah di mana gerilya dipraktikkan dengan berbagai cara.


Adapun gerakan politik yang menganut gaya perjuangan gerilya, penulis menyebut dua macam, yaitu: Mereka adalah:


Gerakan yang berusaha mempengaruhi sistem politik dan sosial internal suatu negara tanpa bercita-cita mengubah pemerintahan, mengubah batas-batas politik, atau membebaskan negara dari penjajahan asing. Sebelum tahun sembilan puluhan abad lalu, gerakan-gerakan kiri dan komunis menjadi terkenal di bidang ini hingga gerakan-gerakan Islam muncul di dunia Arab dan Islam.


Gerakan dengan tujuan etnis, agama, atau separatis yang berupaya memisahkan diri dari negara yang ada dan mendirikan entitas politik baru, mengubah batas-batas politik yang ada, atau memperoleh kemerdekaan atau pemerintahan sendiri di dalam batas-batas negara itu sendiri. Contohnya termasuk gerakan perlawanan Palestina, Lebanon, dan Kashmir, serta beberapa gerakan dan partai Chechnya dan Kurdi.

 

Tahapan gerilya


Pemimpin Tiongkok Mao Zedong membagi perang gerilya menjadi tiga tahap pada tahun 1893:


Tahap pertama: Tahap penarikan diri strategis, yang merupakan akibat dari kelemahan gerilya selama tahap ini, karena mereka tidak bertemu musuh kecuali dalam misi taktis yang berbeda-beda di mana mereka memiliki keunggulan, dan target yang diserang kecil dan lemah, sehingga gerilya dapat mencapai keunggulan dan kemenangan di sana. Selain itu, musuh pada tahap ini sering kali berada di puncak kekuatannya, dan karena itu bukanlah kepentingan gerilya untuk membuka serangan komprehensif.


Tahap kedua: Tahap penentuan arah strategis, yang biasanya tidak berlangsung lama dan di mana konflik berubah menjadi perang konvensional.


Tahap ketiga: Tahap serangan strategis, yang terjadi setelah kekuatan gerilya tumbuh dan setelah ia menguras habis tenaga musuhnya, yang membuatnya merasa lebih percaya diri. Kemudian ia merasa dapat mencapai kemenangan yang menyeluruh dan menentukan. Di sini, ia meningkatkan intensitas serangannya dan ukuran pasukannya, dan ia dapat berubah menjadi pasukan reguler dengan komando pusat dan ruang operasi yang mengelola pertempuran di semua lini seperti pasukan reguler lainnya. Contohnya adalah revolusi komunis di Cina yang dipimpin Mao.


Bagaimana gerilya mencapai tujuannya?


Ada beberapa cara yang dilakukan gerilya untuk mencapai tujuannya.

  • Mencapai tahap serangan strategis dan keputusan/penentu militer, seperti yang terjadi dalam perang gerilya Cina.

  • Kemenangan adalah hasil dari situasi yang tidak ada  jalan keluar, seperti Vietnam dan Lebanon Selatan (2006-pent).

  • Pertempuran skala kecil, seperti Kuba.

  • Gerilya menggigit-gigit dan meremukkan, sehingga kekuatan musuh secara bertahap digigit habis hingga ia terpaksa menyerah setelah akumulasi operasi yang tak sanggup ditanggung musuh, sehingga ia pun terjatuh dan pingsan. Jenis gerilya ini ditemukan dalam tulisan-tulisan revolusi Palestina dan tulisan-tulisan fedayeen Palestina.

  • Gerilya sebagai sebuah kasus, di sini gerilya tidak berharap untuk menang sendiri, tetapi justru berupaya melibatkan pihak lain bersamanya dalam pertempuran, seperti Fatah mengambil jalan ini pada awal perjuangannya.


Perang partisan (peperangan tidak teratur yang dilakukan oleh pasukan gerilya yang menentang kekuatan asing atau pendudukan. Istilah ini juga digunakan untuk menyebut gerakan perlawanan. -pent.), beginilah cara Soviet melawan penjajahan Nazi selama Perang Dunia II, saat pemerintah Soviet merasa tidak dapat mengalahkan Jerman dalam perang reguler konvensional, jadi mereka memilih perang gerilya dan membuka konfrontasi dengan menyerang konvoi pasokan dan garis belakang Jerman dengan unit-unit kecil yang tersebar.


Perang partisan adalah bagian dari tahap perang tradisional yang terjadi antara dua pasukan reguler. Ini terjadi pada Perang Dunia II di Uni Soviet dan Prancis, dan juga terjadi di Mesir pada perang tahun 1956.



Fondasi Perang Gerilya


Gerilya didasarkan pada prinsip-prinsip yang membuatnya berbeda dari peperangan tradisional, antara lain:


  • Prinsip penarikan diri strategis dan serangan taktis, yang memerlukan:

  • unchecked

    Ada tempat di mana gerilyawan dapat bersembunyi dari musuhnya.

  • unchecked

    Melindungi diri sendiri lebih penting daripada menyerang musuh.

  • unchecked

    Tidak memusatkan kekuatan di satu tempat.

  • unchecked

    Kemampuan untuk bergerak secara efektif.

  • unchecked

    Prinsip atrisi (membuat musuh kelelahan), bukan ketegasan.

  • unchecked

    Kemandirian: Semakin mandiri gerilyawan dalam hal pendanaan dan persenjataan, semakin independen pula mereka dalam pengambilan keputusan, dan ini membantunya mencapai tujuannya sebelum mencapai tujuan pendukungnya.

  • unchecked

    Stamina menahan dan menyerap pukulan.

  • unchecked

    Hubungan yang kuat antara dirinya dengan masyarakat.

  • unchecked

    Tidak membutuhkan/ bergantung pada persenjataan berat.

  • unchecked

    Moralitas menjadi  senjata strategis yang terpenting.

  • unchecked

    Keyakinan dan ideologi.

  • unchecked

    Intelijen yang baik dan kuat dan reportase atau media massa.

 


Beberapa Pengalaman Perang Gerilya


Pengalaman Kuba


Revolusi Kuba dimulai pada 12/2/1956 ketika kelompok revolusioner pertama memulai kerjanya yang dipimpin oleh Fidel Castro, dan berlanjut hingga Jenderal Batista melarikan diri ke Amerika Serikat pada tahun 1958, dua tahun setelah pecahnya revolusi, dan para revolusioner yang dipimpin oleh Castro memasuki ibu kota Kuba, Havana, pada 1/2/1959.


Penyebab terjadinya revolusi tersebut adalah kediktatoran rezim penguasa yang dipimpin oleh Batista, yang didukung oleh Amerika, serta situasi ekonomi yang buruk, yang menimbulkan kebencian rakyat terhadap rezim penguasa. Kondisi ini mendorong pengacara muda Fidel Castro untuk menggalang sekelompok pemuda di sekelilingnya, yang diperkirakan berjumlah seratus lima puluh orang muda, dan revolusi mereka dimulai dengan serangan terhadap depot senjata pada 26/7/1953.


Gerilyawan Kuba adalah model dan aliran pembelajaran yang sama sekali berbeda dari aliran Tiongkok karena perbedaan kondisi lokal dan lingkungan geografis. Di Kuba, petani lebih dipengaruhi oleh operasi gerilya daripada oleh pidato dan agitasi, tidak seperti kasus Tiongkok, di mana kesadaran revolusioner mendahului dimulainya pertempuran. Dalam kasus Tiongkok, sebuah partai politik dan kesadaran revolusioner terbentuk sebelum dimulainya revolusi, sementara di Kuba, partai politik dan kesadaran revolusioner tumbuh dari rahim revolusi itu sendiri, dan para pejuang revolusi kemudian menjadi pemimpin partai.


Hal baru yang dapat diambil dari model Kuba adalah bahwa sekelompok kecil pejuang yang berdedikasi dapat memicu revolusi tanpa adanya kesadaran revolusioner di antara massa, sehingga tiga tahap yang dibicarakan Mao Zedong tidak mengikat bagi orang Kuba.

 


Ernesto Guevara (1928-1967)


Seorang dokter Argentina yang percaya pada gagasan kekerasan revolusioner dan kebutuhannya dalam perjalanan sejarah masyarakat dan individu. Guevara menganggap dirinya mewakili posisi internasional yang menentang imperialisme kapitalis yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan menyerukan revolusi melawannya di mana-mana. Ia menyampaikan pidatonya di Konferensi Trikontinental Gerakan Pembebasan Nasional di Havana pada tahun 1966, dengan mengatakan, "Kalian harus menyadari bahwa kalian sedang berperang melawan musuh yang sama." Ia percaya bahwa negara-negara Amerika Latin adalah agen imperialisme Amerika dan karena itu revolusi harus melanda negara-negara itu.


Teorinya berbeda dengan kaum komunis yang percaya pada kemungkinan meraih kekuasaan dan menerapkan sosialisme melalui pemilihan umum seperti partai-partai komunis di Eropa. Karena Guevaraisme adalah berarti revolusi kekerasan.


Vietnam


Vietnam berbeda dari China dan Kuba dalam banyak hal; Yang terpenting dari semua ini adalah bahwa gerilyawan Vietnam beroperasi melawan penjajah asing, bukan melawan pemerintah setempat. Para gerilyawan tidak menguasai wilayah tertentu untuk beroperasi, seperti yang terjadi di Cina, dan para pejuang tidak bersembunyi di tengah penduduk, seperti yang dilakukan gerilyawan Kuba.


Sisi bagus dan rangkuman dari perang gerilya  Vietnam adalah bahwa gerilya - sebagai sebuah teori - mampu beradaptasi dengan cara yang sesuai dengan keadaan objektif setiap negara, dan inilah rahasia penyebarannya di banyak bagian dunia sepanjang abad kedua puluh. Setiap kali muncul dalam bentuk baru meskipun tetap mempertahankan prinsip-prinsip umumnya seperti penarikan diri strategis, serangan taktis, dan atrisi (membuat musuh kelelahan), bukan ketegasan.



Perlu dicatat di sini bahwa organisasi-organisasi Zionis mengadopsi metode gerilya untuk mencapai tujuan mereka dalam mengendalikan Palestina sebagai persiapan bagi kepergian penjajah Inggris, dengan asumsi bahwa mereka adalah pihak yang lemah di hadapan orang-orang Arab dan Muslim. Aktivitas gerilya Zionis tercermin dalam penanaman bom waktu di pasar-pasar dan warung-warung kopi Palestina pada tahun tiga puluhan dan empat puluhan abad lalu. Mereka juga mengarahkan operasi mereka terhadap Inggris ketika mereka membunuh menteri Lord Morin, dan membunuh Count Bernadotte karena penentangannya terhadap pencaplokan Negev ke negara Yahudi berdasarkan resolusi pemisahan tahun 1947.


Pengalaman Tiongkok


Pada bab keempat, penulis membahas beberapa pengalaman historis para gerilyawan, terutama pengalaman Tiongkok (1911-1949), yang diprakarsai oleh milisi Richos Harmony Band dengan kampanye pembunuhan yang menargetkan orang asing di sebagian besar wilayah Tiongkok ketika mereka mendeklarasikan perjuangan bersenjata melawan kekuatan asing, termasuk Inggris dan Jepang. Akibatnya, Inggris dan Jepang menyerbu Tiongkok dan menduduki Beijing, dan Rusia menduduki Manchuria. Setelah itu, pemogokan terbuka dideklarasikan dan revolusi Tiongkok pecah, yang berakhir dengan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok. Ini diikuti oleh penghapusan kekaisaran dan pembentukan republik pada tahun 1911, kemudian pembagian Tiongkok menjadi provinsi dan negara-negara kecil dan pembentukan konstitusi untuk negara tersebut pada tahun 1921.


Pada tahun 1925, Tiongkok terbagi antara sekutu Inggris, yang dipimpin Perdana Menteri Chiang Kai-shek, dan sekutu Uni Soviet, yang menyebabkan perang saudara antara para penguasa negara pada tahun 1927.


Salah satu taktik yang membuatnya terkenal dalam perang adalah metode darat versus waktu; Maksudnya adalah memancing musuh hingga ke kedalaman, yakni ketika musuh maju, anda mundur, ketika ia berkemah, anda mengganggunya, dan ketika ia mundur, anda menyerangnya.


Salah satu kutipannya yang terkenal: Revolusi bukanlah makan malam. Revolusi tidak bisa dilakukan dengan tenang, moderat, murah hati, atau sopan. Revolusi tidak bisa dilakukan dengan diam-diam, romantis, dengan dada lapang dan pengendalian diri, karena revolusi adalah pemberontakan yang tiba-tiba dalam kurun waktu yang sangat terbatas.


Di antara karya-karyanya: (Masalah-masalah Strategis Perang Revolusi di Tiongkok), (Tentang Perang Jangka Panjang), (Masalah-masalah Strategis Perang Partisan Melawan Jepang).


Gaza


Penulis merujuk pada gerilyawan Arab, seperti Revolusi 1820 di Irak dan Revolusi Aljazair ketika Perancis menginvasi Aljazair pada tahun 1830. Serta pengalaman perlawanan di Gaza, yang penulis anggap sebagai pengalaman unik karena keadaan yang tidak mungkin dihadapi oleh gerilyawan yang beroperasi di sana dimana mereka mempertahankan doktrin tempur, moral tinggi para pejuangnya, kesabaran tanpa batas, daya tahan, dan kesadaran keamanan.


Penulis meyakini bahwa perlawanan Palestina di Gaza menganut prinsip penarikan diri strategis dan serangan taktis. Semua kekuatannya bersembunyi dari permukaan bumi ke dalam parit dan terowongan, sehingga musuh yaitu Israel tidak menemukan apa pun untuk dibom kecuali lokasi pelatihan yang sudah ditinggalkan dan target warga sipil, termasuk sekolah, rumah sakit, dan kru ambulans.

 

Gerilyawan Palestina memanfaatkan medan berpasir di Gaza untuk mencari tempat bersembunyi, dan mengadopsi prinsip "melindungi diri sendiri lebih penting daripada menyerang musuh." Mereka tidak memusatkan pasukannya di satu tempat, dan mempertahankan kemampuannya untuk bergerak secara efektif dan menyerang musuh di banyak lokasi dengan serangan taktis yang membuatnya meraih keunggulan yang jelas meskipun musuh sangat berhati-hati dan berpengalaman dalam perang gerilya. Mereka juga berkomitmen untuk tidak ingin memutuskan pertempuran dengan musuh dan merasa cukup dengan membikin lelah musuh melalui bentrokan yang tersebar.


Para gerilyawan di Gaza mengandalkan diri mereka sendiri;  memproduksi rudal, peluru kendali, dan bom serta tidak lagi bergantung kepada senjata berat. Di sisi intelijen, musuh jelas gagal meskipun beberapa kali berhasil membunuh sejumlah pemimpin politik dan militer. Namun, keberhasilan gerilya di Gaza yang paling menonjol adalah di tingkat keamanan, karena berhasil menangkap tentara penjajah dan menahan mereka dalam waktu lama meskipun situasi keamanan di Gaza sulit.(KHO)


https://vision-pd.org/%D9%82%D8%B1%D8%A7%D8%A1%D8%A9-%D9%81%D9%8A-%D9%83%D8%AA%D8%A7%D8%A8-2-%D8%A7%D8%B3%D8%AA%D8%B1%D8%A7%D8%AA%D9%8A%D8%AC%D9%8A%D8%A9-%D8%A7%D9%84%D8%B6%D8%B9%D9%81/



Share: