Youtube Channel

About

Selamat datang di Blog Analis Palestina yang mengkhususkan diri pada opini, penerjemahan informasi dan analisa terkini terkait perkembangan yang terjadi di Palestina dan sekitarnya. Email: khalidmusholla@gmail.com

Selasa, 16 April 2024

Timur Tengah Telah Berubah Total

Oleh: Muhammad ‘Aesh

Serangan Iran terhadap Israel merupakan konfrontasi militer langsung pertama antara Teheran dan Tel Aviv, meskipun faktanya telah terjadi perang dingin antara kedua pihak sejak kemenangan Revolusi Islam di Iran pada tahun 1979. Oleh karena itu, dimensi strategis dari serangan ini adalah: konfrontasi terbaru ini jauh lebih penting daripada hasil langsung-otomatisnya, karena konfrontasi ini merupakan perkembangan yang sangat penting di kawasan Timur Tengah.


Dimensi strategis dari konfrontasi terbaru ini jauh lebih penting dibandingkan hasil langsung-otomatisnya


Apa yang terjadi saat dini hari Ahad, 14 April, adalah bahwa Iran secara langsung menembakkan lebih dari 300 rudal dari wilayahnya, mulai dari drone hingga rudal yang ditujukan ke Israel. pada tanggal 1 April, sebuah gedung yang terhubung dengan kedutaan Korps Garda Revolusi Iran di Damaskus, gedung yang tampaknya menjadi tempat pertemuan tingkat tinggi, dibom mengakibatkan terbunuhnya seorang komandan senior Failaq Al-Quds yang berafiliasi ke Garda Revolusi, Brigadir Jenderal Mohammad Reza Zahedi, serta tujuh perwira Garda Revolusi Iran lainnya.


Di masa lalu, Iran menanggapi serangan Israel secara tidak langsung, dan kadang-kadang ada pembicaraan tentang serangan elektronik yang mengganggu beberapa layanan di Israel, atau menimbulkan kerugian finansial dan ekonomi bagi penjajah, namun kali ini Teheran mengumumkan bahwa “era kesabaran strategis telah berakhir.” yang berarti bahwa mereka menganggap penargetan kedutaan besarnya di Damaskus merupakan tindakan yang melewati garis merah, dan bahwa respons terhadap serangan ini tidak boleh sesuai dengan aturan yang biasa.


Faktanya, hukum diplomatik internasional menganggap kedutaan besar di seluruh belahan dunia adalah bagian dari wilayah negara yang memiliki kedutaan tersebut, oleh karena itu kedutaan memiliki ketentuan khusus, yang berarti bahwa pemboman Israel terhadap kedutaan Iran di Damaskus bukanlah menargetkan wilayah Suriah, melainkan - menurut prinsip aturan ini berarti menargetkan langsung wilayah Iran. Oleh karena itu Iran memutuskan untuk merespons dengan cara yang sama, dan ini menjelaskan pengumuman mereka bahwa apa yang mereka lakukan konsisten dengan hukum internasional, dan berdasarkan prinsip hak mempertahankan diri yang disetujui oleh hukum dan undang-undang internasional.


Respons Iran terhadap serangan Israel, terlepas dari konsekuensi langsung dan taktisnya, menunjukkan bahwa kawasan ini sedang menyaksikan transformasi strategis yang sangat penting. Berikut ini adalah ciri-ciri paling menonjol dari transformasi ini dan makna dari respons Iran:



Israel mulai sekarang akan menanggung seribu tanggung jawab atas setiap serangan terhadap Iran


Pertama: Ada pesan jelas Iran kepada Israel dan dunia: meningkatkan tingkat respons terhadap setiap serangan yang menargetkan kepentingan Iran. Ini berarti bahwa Israel akan mempertimbangkan segala hal mulai sekarang atas setiap serangan yang menargetkan Iran. Bukti menunjukkan bahwa Israel memahami pesan ini, bahwa dewan perang Israel selama dua hari terus membahas kemungkinan tanggapan terhadap pemboman Iran, dan terjadi perbedaan pendapat yang tajam, sementara keputusan seperti ini memerlukan waktu berjam-jam, dan mungkin beberapa menit, untuk dibuat di Israel, yang berarti bahwa cara berhitung Israel juga mengalami perubahan, setelah Teheran mampu membalas dengan serangan militer langsung.



Arah serangan militer ke Israel berarti Iran mampu melancarkan petualangan militer ke negara mana pun di kawasan


Kedua: Respon dengan cara demikian akan mengalihkan pengaruh Iran di kawasan ke tingkat lain yang berbeda, karena mengarahkan serangan militer langsung terhadap Israel berarti bahwa Iran memiliki kemampuan untuk melancarkan petualangan militer dengan negara manapun di kawasan, yang berarti bahwa hitung-hitungan seluruh kawasan telah berubah, dan bahwa setiap ancaman terhadap kepentingan Iran dari negara mana pun yang bersekutu dengan Israel bisa berarti bahwa negara itu bisa terkena serangan Iran dengan satu atau lain cara.


Ketiga: Konfrontasi antara Iran dan Israel telah memperjelas perpecahan di kawasan ini antara poros yang mendukung Iran dan menolak proyek Amerika, dan poros lain yang mendukung Israel dan selaras dengan proyek Zionis.


Hal ini tampak jelas dalam pernyataan Israel yang menyebutkan bahwa tiga negara Barat dan dua negara Arab ikut serta dalam menghadapi serangan Iran, sementara beberapa drone dan rudal diluncurkan dari Lebanon, Irak, dan Yaman, yang berarti konfrontasi tersebut terjadi antara beberapa kubu dan tidak terbatas pada Iran dan Israel.


Konfrontasi ini sekali lagi menunjukkan kemunduran Amerika di Timur Tengah


Keempat: Konfrontasi ini sekali lagi mengungkap kemunduran Amerika di kawasan Timur Tengah, dan menurunnya peran Washington, yang menegaskan bahwa kawasan saat ini tidak seperti pada akhir abad lalu, ketika Irak harus membayar mahal atas tindakannya membom Israel dengan rudal “jelajah”, dan kemunduran Amerika ini dibaca dengan baik oleh Iran dan dibelakangnya Rusia  dan bergerak berdasarkan basisnya.


Yang menegaskan kemunduran ini adalah bahwa Amerika Serikat menyampaikan kepada Tel Aviv segera setelah serangan itu bahwa pihaknya tidak akan turut serta dalam operasi kontra-militer Israel, dan pada saat yang sama memperingatkan Iran agar tidak menyerang pangkalan dan kepentingan Amerika di Timur Tengah. Pesannya jelas, yaitu bahwa Washington tidak akan berperang atas nama Israel dan tidak akan melakukan pertempuran apa pun demi kepentingan Israel, dan tidak menjadikan Amerika sebagai sasaran Iran berarti menjaga Amerika Serikat tetap netral dalam konflik ini.


Perlu dicatat bahwa tidak diragukan lagi banyak pertanyaan yang muncul di kalangan masyarakat, dan seringkali pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang logis, termasuk alasan pemberitahuan waktu serangan sebelum dilakukan. Dan alasan mengapa serangan tersebut tidak menimbulkan korban manusia yang berarti. Jawabannya ada dalam dua hal: yang pertama, Iran telah memberi tahu negara-negara tetangga dan sekutunya terlebih dahulu untuk berkoordinasi, memastikan sikap, dan menjamin bahwa situasi tidak lepas kendali. Kedua Iran sangat ingin – jelas sekali – untuk tidak terlibat dalam perang, dan membatasi operasinya hanya pada respons militer terbatas. Penting juga untuk menunjukkan bahwa alasan utama mengapa Israel tidak menderita kerugian besar adalah karena rudal dan drone dicegat ratusan kilometer sebelum mereka tiba, sehingga sangat sedikit dari mereka yang mencapai target yang dituju.


(Diterbitkan www.arabi21.com, tgl 16 April 2024 05:15 am,  Referensi: https://bit.ly/4aNnUXy diterjemahkan oleh #Khalidmu)


Share:

Perang Iran-Israel yang Tak Terhindarkan

Oleh: Ma’mun Fandi*


Catatan penerjemah: Tulisan ini membantu pembaca memahami anatomi tidak hanya kekuatan politik Iran, tapi juga kemampuan teknis Iran yang diprediksi sudah memiliki bom nuklir, berikut gambaran singkat pengayaan uranium dan proses terkait teknologi nuklir. Dimensi Tofan Al-Aqsa, juga telah menciptakan momentum strategis, selain kekuatan proxy Iran yang telah dijalinnya di Yaman-Libanon-Suriah, menjadikan Iran sangat percaya diri untuk show off  di depan mata negara-negara Arab. Selamat menikmati.

Perang Gaza, kemajuan Iran dalam memproduksi uranium yang diperkaya, dan pengelolaan pertempuran proksi di Yaman, Lebanon, Irak, dan Suriah merupakan faktor-faktor baru yang mempercepat konfrontasi antara Iran dan Israel yang tak terhindarkan. Pada tahun 2007, saya menulis di surat kabar ini (As-Syarq Al-Awsath) tentang keniscayaan konfrontasi antara Iran dan Israel. Lebih dari satu dekade telah berlalu dan konfrontasi langsung belum terjadi. Jadi mengapa menulisnya sekarang, apalagi ekspektasi saya saat itu tidak lebih baik dari sekarang? Menurut pendapat saya, ada sejumlah faktor yang muncul di kancah regional yang membuat konfrontasi semakin dekat dengan keniscayaan, terutama yang berkaitan dengan kekalahan strategis Israel dalam perangnya di Gaza, yang kini telah memasuki bulan ketujuh. Karenanya Menteri Benjamin Netanyahu sedang mencari jalan keluar dengan memperluas perang secara regional, dengan harapan bisa memberinya waktu, sambil menunggu Donald Trump datang sebagai presiden Amerika Serikat.


Perang di Gaza telah menciptakan kebijakan strategis yang berbeda, tidak hanya di tingkat regional, tetapi juga di tingkat dialog strategis global secara keseluruhan, dan tidak diragukan lagi bahwa Iran lebih mendapat manfaat dari konteks ini dibandingkan Israel.


Melalui keterlibatannya di Yaman, Iran dapat memastikan bahwa mereka mampu mempengaruhi gangguan navigasi di Laut Merah, dan perilaku Israel di Gaza yang mencapai tingkat genosida membuat banyak negara Arab tidak mau bergabung dengan koalisi Amerika. terkait keamanan Laut Merah. Bahwa kelompok primitif, seperti gerakan Badr al-Din al-Houthi, dapat mengganggu navigasi dari Bab al-Mandab ke Terusan Suez, dan peran Iran di dalamnya, semakin menambah kemarahan dunia terhadap Iran. Israel dapat memanfaatkan situasi kemarahan ini untuk berperang melawan Iran demi menghapus reputasinya yang benar-benar ternoda dengan kejutan “Tofan Al-Aqsa”, ketidakmampuan intelijennya mengantisipasi serangan 7 Oktober 2023, dan kegagalan tentara Israel dalam merespons ancaman ini secara tepat waktu, semua ini telah menjadikan reputasi tentara dan intelijen Israel menjadi subyek keraguan global yang besar. Untuk memulihkan citra lamanya tentang tentara yang tak terkalahkan dan intelijen yang tidak pernah tidur, Israel harus melakukan konfrontasi serius dengan negara besar di kawasan ini, dan Iran adalah target yang tepat. Akankah dia mampu melakukannya?


Hal kedua dan terpenting adalah bahwa Iran saat ini mampu memproduksi sepuluh bom nuklir, dan berada di ambang pengumuman atau pengujian, menurut laporan khusus. Pada tahun 2007, ketika saya menulis tentang konfrontasi yang tak terhindarkan, tim yang mengkhususkan diri dalam mengevaluasi program nuklir Iran di Institute for Strategic Studies di London memperkirakan bahwa Iran mampu memasang tiga unit mesin sentrifugal, masing-masing berkapasitas 164 mesin. Namun pada periode itu, Iran baru mampu menstabilkan satu unit, dan tidak mampu mengkoordinasikan antar unit lainnya untuk memproduksi heksafluorida dan uranium yang diperkaya dalam jumlah yang cukup untuk membuat satu bom.


Tim yang bekerja di bidang ini bukanlah tim politik, tetapi tim ilmiah yang memiliki sisi politik. Mereka semua adalah ilmuwan, dan beberapa dari mereka mengunjungi Iran untuk memastikan kemampuan tersebut. Jika Iran mampu memproduksi bom (katakanlah) pada tahun 2010; Jadi berapa banyak bom yang bisa dihasilkan setelah 14 tahun menguasai teknologi dan memahami masalah mesin sentrifugal? Saya memperkirakan bahwa Iran saat ini bisa memiliki sekitar sepuluh bom, dan ini bukan perkiraan saya saja, tetapi juga penilaian para ilmuwan pakar.


Pada tahun 2014, Iran mengumumkan bahwa 3.000 sentrifugal baru akan dipasang di fasilitas Natanz. Tentu saja tidak naif jika dia mengklaim memiliki 3.000 sentrifugal yang setara dengan 18 unit. Jumlah tersebut cukup untuk mampu memperkaya sejumlah uranium yang mampu menghasilkan lebih dari satu bom nuklir.


Untuk memperjelas hal ini, saya harus menjelaskan kompleksitas proses pengayaan, yang saya yakini telah dikuasai Iran setelah satu dekade menguasai ubun-ubunnya. Di sini saya akan mencoba menyederhanakan proses pengayaan yang kompleks agar dapat dipahami oleh pembaca pada umumnya.


Pertama, uranium biasa di tambang mengandung 0,7 persen isotop U235. Sisa normal mewakili U238; 0,7 persen itulah yang digunakan untuk pengayaan. Proses pengayaan merupakan upaya untuk meningkatkan U235 menjadi 5 persen, bukan 0,7 persen, yang dibutuhkan oleh reaktor modern. Pengayaan dilakukan baik dengan centrifuge, atau dengan agregasi internal. Ini merupakan upaya untuk mengisolasi, setidaknya, 85 persen U238 murni dengan memasukkan heksafluorida melalui dua cara (Aliran 2); Salah satu caranya adalah dengan memperkaya uranium, dan cara lainnya adalah dengan mengurasnya.


Setelah mencapai tingkat pengayaan yang diperlukan, uranium yang diperkaya ditempatkan di pusat sentrifugasi untuk memperoleh konsentrasi U235 sebesar 5 persen.


Pada tahun 2014, Iran melaporkan bahwa kemurnian yang mereka capai untuk U235 adalah 35 persen, jauh lebih rendah dari persentase yang disyaratkan (85 persen), dan Iran belum mencapai konsentrasi U235 lebih dari 3 persen, juga lebih rendah dari persentase yang disyaratkan ( 5 persen). Studi strategis mengkonfirmasi bahwa Iran saat ini benar-benar memiliki 18 unit yang seperti yang diumumkan olehnya, dan dengan demikian saat ini mampu, dari sisi keahlian SDM dan teknis, mengoperasikannya secara bersamaan sebagai tahap pertama dari tahap yang beragam dan kompleks untuk mendapatkan uranium yang diperkaya.


Setelah operasi intelijen yang dilakukan oleh Israel dan diumumkan oleh Netanyahu pada tahun 2018 dengan cara teatrikal di mana ia menyajikan dokumen dan menyombongkan kemampuan intelijen Israel, terdapat keyakinan di dalam Israel bahwa hanya tinggal menunggu beberapa bulan saja sebelum Iran mendapatkan haknya atau mengumumkan bahwa mereka telah memperoleh bom tersebut. Keyakinan ini, yang terus meningkat pasca “Tofan Al-Aqsa” sebagai akibat dari ketakutan Israel terhadap ancaman eksistensial, inilah yang menjadikan konfrontasi semakin dekat dan tak terhindarkan.


Mengenai pengelolaan pertempuran proksi, terutama di front Lebanon dan Suriah, hal ini menimbulkan kekhawatiran eksistensial bagi Israel, dan oleh karena itu perang kali ini tak terhindarkan lagi. Kemampuan Hizbullah saat ini bukanlah kemampuan yang dihadapi Israel pada tahun 2006. Hizbullah telah memasuki dunia drone dan telah menunjukkan kemampuan yang baik untuk menyesatkan “Iron Dome,” dan dukungan Houthi saat ini dianggap sebagai nilai tambah, selain kemampuan Iran di Suriah, yang tidak banyak kita ketahui.


Setelah semua penjelasan ini, dan memahami dilema dalam negeri Netanyahu, perang dengan Iran menjadi tuntutan atau kebutuhan Israel lebih tinggi dibanding kebutuhan Iran.


* Mantan profesor ilmu politik di Universitas Georgetown, dia sekarang bekerja sebagai direktur Institut Studi Strategis London. Dia menulis di banyak surat kabar, termasuk Washington Post, New York Times, Financial Times, dan Guardian, dan secara teratur di Christian Science Monitor dan Asharq Al-Awsat. Ia memiliki banyak buku dalam bahasa Inggris dan Arab, yang terbaru adalah “Urbanisme dan Politik: Teori untuk Menjelaskan Keterbelakangan 2022.”


(Terbit di As-Syarq Al-Awsath, Referensi: https://bit.ly/3Q4RKyx diterjemahkan oleh Khalidmu)


Share: