Youtube Channel

About

Selamat datang di Blog Analis Palestina yang mengkhususkan diri pada opini, penerjemahan informasi dan analisa terkini terkait perkembangan yang terjadi di Palestina dan sekitarnya. Email: khalidmusholla@gmail.com
Tampilkan postingan dengan label Iran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Iran. Tampilkan semua postingan

Kamis, 25 April 2024

Mengkaji Ulang Strategi AS di Timur Tengah: Kebangkitan Iran dan Bayang-bayang Ancaman Tiongkok

Oleh Hamid Bahrami

Dalam kompleksitas geopolitik global, serangan rudal baru-baru ini oleh Iran terhadap sasaran Israel menandai perubahan penting dalam paradigma keamanan Timur Tengah. Peristiwa ini, bukannya sebagai tindakan pencegahan, namun justru menandakan adanya keseimbangan keamanan baru di kawasan, yang sangat condong ke arah Iran. Pergeseran ini memerlukan penilaian ulang yang mendalam terhadap kebijakan luar negeri AS, khususnya mengingat tantangan strategis yang lebih luas yang ditimbulkan oleh meningkatnya kekuatan Tiongkok.


Serangan rudal Iran pada tanggal 14 April bukan sekadar serangan episodik di kawasan tersebut. Dia mewakili demonstrasi yang diperhitungkan atas peningkatan kemampuan militer Iran dan kesediaannya untuk secara langsung menghadapi kepentingan Israel. Tindakan ini secara efektif telah membatalkan kelayakan strategis koridor IMEC, sebuah inisiatif yang bertujuan untuk membangun zona ekonomi dan keamanan yang dapat melawan pengaruh Iran di samping ambisi regional Rusia dan Tiongkok. Dengan kegagalan koridor tersebut, Amerika berada di persimpangan jalan dan memerlukan pendekatan baru terhadap stabilitas regional dan prioritas strategis globalnya.


Teori politik internasional realis John Mearsheimer menawarkan sebuah lensa untuk melihat perkembangan ini. Menurut Mearsheimer, negara-negara pada dasarnya termotivasi oleh upaya mengejar kekuasaan di dunia yang anarkis, di mana negara-negara besar mau tidak mau bersaing untuk menjadi kekuatan yang dominan. AS, dalam pandangan Mearsheimer, harus fokus secara strategis untuk melawan pengaruh Tiongkok, pesaing AS yang paling tangguh di panggung global. Namun, keterlibatan Amerika di Timur Tengah, khususnya dukungan membabi buta terhadap aksi Israel di bawah Perdana Menteri Netanyahu, menunjukkan kesalahan dalam mengalokasikan sumber daya dan fokus strategis secara signifikan.


Veto pemerintahan Biden baru-baru ini terhadap resolusi PBB yang mengakui status kenegaraan Palestina semakin menggambarkan kesalahan langkah ini. Tindakan ini, meskipun dimaksudkan untuk mendukung sekutunya, secara paradoks telah memperkuat posisi Iran di dunia Arab dan mengikis posisi AS di antara sekutu-sekutu tradisional Arabnya. Dengan terlihat memihak Israel tanpa syarat, AS melemahkan kredibilitas dan pengaruhnya di kawasan, dan secara tidak sengaja juga menguntungkan Rusia dan Tiongkok.


Sementara itu, Tiongkok telah memanfaatkan gangguan ini untuk memperkuat posisi ekonomi dan militernya secara global. Investasi strategisnya di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, serta perannya dalam menengahi pembicaraan antara Arab Saudi dan Iran, menunjukkan visi jangka panjang yang bertujuan untuk memposisikan diri sebagai kekuatan penstabil dan alternatif yang layak terhadap hegemoni AS. Saat AS melebarkan tenaganya ke dalam permasalahan di Timur Tengah, Tiongkok secara diam-diam meningkatkan pengaruh globalnya, khususnya di kawasan yang penting bagi kepentingan strategis AS, seperti Laut Cina Selatan dan Indo-Pasifik.


Mengingat realitas baru di lapangan, AS harus mengubah strateginya tidak hanya untuk mengatasi dampak langsung dari meningkatnya kekuatan Iran tetapi juga untuk memfokuskan kembali pada kawasan Indo-Pasifik, di mana tantangan nyata terhadap supremasi AS dari Tiongkok semakin besar. Pembentukan negara Palestina yang merdeka muncul sebagai komponen penting dari strategi ini. Langkah tersebut akan memiliki beberapa fungsi strategis: menenangkan sekutu AS di dunia Arab, melemahkan landasan ideologis kelompok seperti Hamas, dan mengurangi pengaruh Iran terhadap proksi regionalnya.


Selain itu, mengadvokasi kedaulatan Palestina sejalan dengan norma-norma internasional yang lebih luas dan dapat membantu memulihkan kredibilitas AS dalam hal hak asasi manusia dan resolusi konflik. Hal ini juga akan memberikan sinyal kepada sekutu dan musuh bahwa AS mampu mengadaptasi strateginya dalam menanggapi perubahan dinamika geopolitik, sehingga memperkuat posisinya dalam menegosiasikan perjanjian internasional lainnya, khususnya dalam kaitannya untuk membendung ambisi Tiongkok.


Oleh karena itu, AS harus mengkalibrasi ulang kebijakan luar negerinya agar tidak hanya mampu menavigasi kompleksitas di Timur Tengah namun juga mampu mengatasi tantangan sistemik yang ditimbulkan oleh Tiongkok. Hal ini mencakup penarikan diri dari komitmen militer yang berlebihan dan, sebaliknya, memanfaatkan alat diplomatik dan ekonomi untuk menstabilkan wilayah-wilayah yang bergejolak. Pada saat yang sama, AS perlu memperkuat aliansi dan kemitraan di Indo-Pasifik, berinvestasi pada teknologi baru, dan meningkatkan kemampuan militernya untuk secara langsung melawan ekspansionisme Tiongkok.


Mengingat sikap kebijakan luar negeri Iran yang masih ambivalen, Amerika Serikat memiliki peluang penting untuk melibatkan Teheran dengan cara-cara yang berpotensi menyelaraskan kembali afiliasi regional dan aliansi globalnya. Menyadari perbedaan dan potensi fleksibilitas dalam hubungan luar negeri Iran, AS harus menjajaki semua jalur diplomatik untuk membujuk Iran agar menjauh dari pengaruh Tiongkok dan Rusia. Hal ini akan melibatkan pemanfaatan kebutuhan ekonomi Iran, masalah keamanan dan kebanggaan historis Iran terhadap kedaulatan dan pengaruh regionalnya, menghadirkan alternatif-alternatif yang lebih selaras dengan kepentingan strategis jangka panjang Iran dibandingkan yang mungkin ditawarkan oleh kemitraannya saat ini dengan Beijing dan Moskow.


Amerika berada pada momen penting di mana mereka harus memilih antara melanjutkan keterlibatannya yang memakan banyak biaya di medan pertempuran yang sia-sia seperti Timur Tengah dan Ukraina atau mengalihkan fokusnya untuk melawan manuver strategis Tiongkok. Pilihan ini tidak hanya akan menentukan hasil regional, namun juga kontur dinamika kekuatan global di masa depan. Jalan ke depan memerlukan pengakuan yang jernih terhadap realitas geopolitik baru dan kemauan yang berani untuk mengupayakan stabilitas strategis jangka panjang dibandingkan keuntungan taktis jangka pendek.


Namun demikian, AS tampaknya memilih untuk terus melakukan upaya yang memakan banyak biaya, sebagaimana dibuktikan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap paket bantuan sebesar $95 miliar. Pendanaan ini terutama mendukung Ukraina dan Israel, dibandingkan mengadopsi strategi untuk membendung Tiongkok.


(Diterbitkan Middle East Monitor tanggal 22 April 2024, jam 16:00, referensi:

https://www.middleeastmonitor.com/20240422-reassessing-us-strategy-in-the-middle-east-the-rise-of-iran-and-the-overshadowed-threat-of-china/ , diterjemahkan menggunakan google translator dan di-proofreading oleh #Khalidmu)


Share:

Sabtu, 20 April 2024

Sebab Perbedaan Dalam Menafsirkan Respon Iran

Oleh: Muhammad Yasin Najjar

Masyarakat Arab dan dunia Islam, setelah 14 April 2024, berbeda pandangan dalam menilai respon Iran terhadap serangan ke konsulat Iran di Damaskus oleh Israel pada awal April dan pembunuhan para pemimpin ring satu Garda Revolusi, karena hal ini dianggap sebagai serangan langsung terhadap teritorial Iran sesuai dengan Pasal 51 hukum internasional, menganggapnya sebagai wilayah kekuasaan Iran.


Menyusul berakhirnya operasi yang diumumkan oleh Garda Revolusi Iran - yang memiliki dampak terbatas menurut standar militer dan hanya terjadi ledakan terbatas di Pangkalan Udara Navatem, Iran mengatakan: Pesawat F-35 diluncurkan dari sana - ada analisis yang  berbeda terkait respon ini, yang kemudian mengerucut jadi pertempuran sengit yang tidak dapat dinegosiasikan dalam asumsi masing-masing kelompok: satu kelompok menganggapnya sebagai induk dari semua pertempuran dan kemenangan besar bagi bangsa Arab dan dunia Islam, yang perlu didukung dan diandalkan dengan segenap kekuatan yang ada. Kelompok lain menganggapnya sebagai drama gagal yang berujung dan membuat citra buruk. Sementara hanya sedikit yang mencoba membaca kejadian tersebut secara politis, hati-hati dan obyektif, berikut memahami berbagai dimensi strategisnya terhadap kawasan Timur Tengah. 


Perbedaan ini memiliki beberapa penyebab yang obyektif, yang harus dianalisa secara cermat dan diketahui motif serta latar belakangnya agar kita dan generasi mendatang dapat mengambil manfaat dari peristiwa tersebut, apalagi umat ini masih saja terus mengulangi kesalahannya tanpa mengambil pelajaran dari masa lalu. Jadi apakah penyebab  dan motif yang berada di belakangnya tersebut?


Alasan Perbedaan Analisis


Pertama: Arena internasional yang kompleks yang sedang dialami dunia: 

pecahnya perang antara Rusia dan Ukraina, ketegangan antara Amerika dan China, dan agresi Israel yang sedang berlangsung terhadap Gaza membuat proses analisis menjadi rumit, terutama karena kita berada di ambang terbentuknya sebuah tatanan dunia yang baru di mana negara-negara adidaya berusaha mengkonsolidasikan pengaruhnya ke dalamnya untuk menuju abad berikutnya.


Kedua: Kedekatan dan jarak geografis dari Iran: 

Posisi sektarian Iran terhadap beberapa negara tetangga dan kejahatan yang dilakukan oleh milisinya di (Irak - Yaman - Suriah - Lebanon) memainkan peran yang berpengaruh dalam meyakinkan mereka, karena masyarakat di negara-negara tersebut sangat menderita akibat perbuatan milisi itu. dan kekuatan-kekuatan yang terkait dengannya serta hasil buruk yang diciptakannya. Oleh karena itu, meskipun kita melihat analisis-analisis yang datang dari negara-negara bagian barat Arab yang jauh dari apa yang terjadi di timur Arab serta penderitaannya dan tidak memiliki interaksi langsung dengan permasalahan ini, mereka justru membesar-besarkan dampak akan respond Iran itu di kancah dunia Arab dan Islam.


Ketiga: Agresi Israel yang sedang berlangsung terhadap Gaza: 

Hal ini membuat sebagian orang menganggapnya sebagai respons yang tidak memadai atas kejahatan genosida yang masih terus berlangsung, dan dia tidak berkaitan dengan respon itu. Sementara, pihak lain memandang ini sebagai respon penting yang memiliki landasan dari pengeboman konsulaaat, di tengah-tengah kondisi dunia yang bisu atas genosida yng terjadi, dan lemahnya peran bangsa Arab dalam berbagai peristiwa di Gaza.


Keempat: Tidak menelan korban tokoh-tokoh Israel – atau lokasi penting –

Yang seimbang atau sejajar dengan tokoh-tokoh pimpinan yang dibunuh di Damaskus di dalam dan di luar konsulat.


Kelima: Perbandingan dengan isu-isu serupa dan standar ganda: 

Para analis mencoba menarik sejarah melalui apa yang terjadi di Irak sebelumnya pada masa Presiden Saddam Hussein, dan membandingkannya dengan interaksi mereka saat ini dengan Iran, dimana pada awal abad ke-21, Amerika dan Israel menuding Irak - secara salah dan - terbukti fitnah- memiliki senjata pemusnah massal, sehingga Amerika dan negara-negara yang bersekutu dengannya melakukan penyerangan dan menjajah Irak. Sementara para pengamat memandang bahwa penanganan Amerika terhadap kasus senjata nuklir Iran yang sebenarnya dilakukan dengan diplomasi maksimal, jauh dari ancaman militer, serta pengeboman “Reaktor Tammuz” yang dilakukan Israel pada tahun 1981, di luar hukum internasional, meskipun Perancis dulu yang berjasa membangunnya.


Keenam: Kelemahan Realitas Bangsa Arab: Terus berlanjutnya kelemahan Arab di tingkat regional dan global seiring dengan semakin besarnya peran Iran di tingkat regional telah membuat semua orang, terutama para ideolog, menggunakan kebijakan analisis emosional untuk menjadi alasan pembenaran atas  realitas mereka yang menyakitkan ini.


Ketujuh: Kelemahan Sistem Politik Bangsa Arab: Dunia Arab mengalami ketiadaan dinamisme dalam berpolitik. Hal ini disebabkan oleh kurangnya partai politik yang efektif dan dapat diandalkan yang dapat memainkan peran utama publik dalam meningkatkan kesadaran, menjelaskan isu-isu ambigu dan membimbing masyarakat untuk melakukan apa yang menjadi kepentingan negara dan bangsanya.


Kedelapan: Minimnya Pusat-pusat Penelitian Arab yang Profesional:

Dimana pusat-pusat penelitian akan mampu menarik para pemikir dan peneliti khusus yang menghasilkan penelitian yang solid dan bereputasi baik.


Kesembilan: Lemahnya Kredibilitas Sebagian Besar Media Arab; 

Ini terjadi karena terkait lemahnya ikatan dengan sistem dan lembaga keamanan, yang membuat khalayak luas beralih ke situs jejaring sosial dan kalangan selebriti untuk memahami peristiwa tersebut.

Kesepuluh: Pernyataan mantan Presiden AS dan kandidat saat ini Donald Trump, 

yang sebelumnya berbicara tentang sandiwara yang dimainkan bersama Iran setelah kasus pembunuhan Qassem Soleimani.


Analisis ilmiah politik terhadap suatu peristiwa memerlukan perangkat ilmiah, yang paling penting adalah memahami hakikat hubungan internasional, pengetahuan sejarah, pentingnya geografi, dan penguasaan informasi yang akurat, jauh dari meremehkan atau melebih-lebihkan dan menggelitik emosi dan perasaan untuk sekedar menghasilkan banyak like atau suka dan jumlah tayang dari viewer. 


Hari-hari telah membuktikan bahwa para penguasa Iran memiliki proyek ekspansionis yang pragmatis, mahir dalam strategi “menyerang dan melarikan diri”, dan menawarkan berbagai konsesi taktis untuk memperoleh keuntungan strategis. Mereka mampu memanfaatkan alat mereka, terutama sektarianisme, sementara kolektif proyek bangsa Arab terus-menerus menderita dan mengalami kemunduran. 


Akankah peristiwa saat ini menjadi titik awal bagi umat ini untuk bangkit melalui bangkitnya para elit dan partai-partai besar nasional agar tidak bergantung pada proyek-proyek eksternal, baik regional maupun internasional, dan juga pandai dalam memasarkan kepentingan mereka dan melakukan pemboikotan bersama yang lain untuk memaksimalkan perannya dalam tatanan dunia di masa depan?


(Diterbitkan dalam bahasa Arab di blog oleh Aljazeera, tgl. 194/2024 Referensi: https://bit.ly/4aGnL8B diterjemahkan oleh #Khalidmu)


Share:

Selasa, 16 April 2024

Timur Tengah Telah Berubah Total

Oleh: Muhammad ‘Aesh

Serangan Iran terhadap Israel merupakan konfrontasi militer langsung pertama antara Teheran dan Tel Aviv, meskipun faktanya telah terjadi perang dingin antara kedua pihak sejak kemenangan Revolusi Islam di Iran pada tahun 1979. Oleh karena itu, dimensi strategis dari serangan ini adalah: konfrontasi terbaru ini jauh lebih penting daripada hasil langsung-otomatisnya, karena konfrontasi ini merupakan perkembangan yang sangat penting di kawasan Timur Tengah.


Dimensi strategis dari konfrontasi terbaru ini jauh lebih penting dibandingkan hasil langsung-otomatisnya


Apa yang terjadi saat dini hari Ahad, 14 April, adalah bahwa Iran secara langsung menembakkan lebih dari 300 rudal dari wilayahnya, mulai dari drone hingga rudal yang ditujukan ke Israel. pada tanggal 1 April, sebuah gedung yang terhubung dengan kedutaan Korps Garda Revolusi Iran di Damaskus, gedung yang tampaknya menjadi tempat pertemuan tingkat tinggi, dibom mengakibatkan terbunuhnya seorang komandan senior Failaq Al-Quds yang berafiliasi ke Garda Revolusi, Brigadir Jenderal Mohammad Reza Zahedi, serta tujuh perwira Garda Revolusi Iran lainnya.


Di masa lalu, Iran menanggapi serangan Israel secara tidak langsung, dan kadang-kadang ada pembicaraan tentang serangan elektronik yang mengganggu beberapa layanan di Israel, atau menimbulkan kerugian finansial dan ekonomi bagi penjajah, namun kali ini Teheran mengumumkan bahwa “era kesabaran strategis telah berakhir.” yang berarti bahwa mereka menganggap penargetan kedutaan besarnya di Damaskus merupakan tindakan yang melewati garis merah, dan bahwa respons terhadap serangan ini tidak boleh sesuai dengan aturan yang biasa.


Faktanya, hukum diplomatik internasional menganggap kedutaan besar di seluruh belahan dunia adalah bagian dari wilayah negara yang memiliki kedutaan tersebut, oleh karena itu kedutaan memiliki ketentuan khusus, yang berarti bahwa pemboman Israel terhadap kedutaan Iran di Damaskus bukanlah menargetkan wilayah Suriah, melainkan - menurut prinsip aturan ini berarti menargetkan langsung wilayah Iran. Oleh karena itu Iran memutuskan untuk merespons dengan cara yang sama, dan ini menjelaskan pengumuman mereka bahwa apa yang mereka lakukan konsisten dengan hukum internasional, dan berdasarkan prinsip hak mempertahankan diri yang disetujui oleh hukum dan undang-undang internasional.


Respons Iran terhadap serangan Israel, terlepas dari konsekuensi langsung dan taktisnya, menunjukkan bahwa kawasan ini sedang menyaksikan transformasi strategis yang sangat penting. Berikut ini adalah ciri-ciri paling menonjol dari transformasi ini dan makna dari respons Iran:



Israel mulai sekarang akan menanggung seribu tanggung jawab atas setiap serangan terhadap Iran


Pertama: Ada pesan jelas Iran kepada Israel dan dunia: meningkatkan tingkat respons terhadap setiap serangan yang menargetkan kepentingan Iran. Ini berarti bahwa Israel akan mempertimbangkan segala hal mulai sekarang atas setiap serangan yang menargetkan Iran. Bukti menunjukkan bahwa Israel memahami pesan ini, bahwa dewan perang Israel selama dua hari terus membahas kemungkinan tanggapan terhadap pemboman Iran, dan terjadi perbedaan pendapat yang tajam, sementara keputusan seperti ini memerlukan waktu berjam-jam, dan mungkin beberapa menit, untuk dibuat di Israel, yang berarti bahwa cara berhitung Israel juga mengalami perubahan, setelah Teheran mampu membalas dengan serangan militer langsung.



Arah serangan militer ke Israel berarti Iran mampu melancarkan petualangan militer ke negara mana pun di kawasan


Kedua: Respon dengan cara demikian akan mengalihkan pengaruh Iran di kawasan ke tingkat lain yang berbeda, karena mengarahkan serangan militer langsung terhadap Israel berarti bahwa Iran memiliki kemampuan untuk melancarkan petualangan militer dengan negara manapun di kawasan, yang berarti bahwa hitung-hitungan seluruh kawasan telah berubah, dan bahwa setiap ancaman terhadap kepentingan Iran dari negara mana pun yang bersekutu dengan Israel bisa berarti bahwa negara itu bisa terkena serangan Iran dengan satu atau lain cara.


Ketiga: Konfrontasi antara Iran dan Israel telah memperjelas perpecahan di kawasan ini antara poros yang mendukung Iran dan menolak proyek Amerika, dan poros lain yang mendukung Israel dan selaras dengan proyek Zionis.


Hal ini tampak jelas dalam pernyataan Israel yang menyebutkan bahwa tiga negara Barat dan dua negara Arab ikut serta dalam menghadapi serangan Iran, sementara beberapa drone dan rudal diluncurkan dari Lebanon, Irak, dan Yaman, yang berarti konfrontasi tersebut terjadi antara beberapa kubu dan tidak terbatas pada Iran dan Israel.


Konfrontasi ini sekali lagi menunjukkan kemunduran Amerika di Timur Tengah


Keempat: Konfrontasi ini sekali lagi mengungkap kemunduran Amerika di kawasan Timur Tengah, dan menurunnya peran Washington, yang menegaskan bahwa kawasan saat ini tidak seperti pada akhir abad lalu, ketika Irak harus membayar mahal atas tindakannya membom Israel dengan rudal “jelajah”, dan kemunduran Amerika ini dibaca dengan baik oleh Iran dan dibelakangnya Rusia  dan bergerak berdasarkan basisnya.


Yang menegaskan kemunduran ini adalah bahwa Amerika Serikat menyampaikan kepada Tel Aviv segera setelah serangan itu bahwa pihaknya tidak akan turut serta dalam operasi kontra-militer Israel, dan pada saat yang sama memperingatkan Iran agar tidak menyerang pangkalan dan kepentingan Amerika di Timur Tengah. Pesannya jelas, yaitu bahwa Washington tidak akan berperang atas nama Israel dan tidak akan melakukan pertempuran apa pun demi kepentingan Israel, dan tidak menjadikan Amerika sebagai sasaran Iran berarti menjaga Amerika Serikat tetap netral dalam konflik ini.


Perlu dicatat bahwa tidak diragukan lagi banyak pertanyaan yang muncul di kalangan masyarakat, dan seringkali pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang logis, termasuk alasan pemberitahuan waktu serangan sebelum dilakukan. Dan alasan mengapa serangan tersebut tidak menimbulkan korban manusia yang berarti. Jawabannya ada dalam dua hal: yang pertama, Iran telah memberi tahu negara-negara tetangga dan sekutunya terlebih dahulu untuk berkoordinasi, memastikan sikap, dan menjamin bahwa situasi tidak lepas kendali. Kedua Iran sangat ingin – jelas sekali – untuk tidak terlibat dalam perang, dan membatasi operasinya hanya pada respons militer terbatas. Penting juga untuk menunjukkan bahwa alasan utama mengapa Israel tidak menderita kerugian besar adalah karena rudal dan drone dicegat ratusan kilometer sebelum mereka tiba, sehingga sangat sedikit dari mereka yang mencapai target yang dituju.


(Diterbitkan www.arabi21.com, tgl 16 April 2024 05:15 am,  Referensi: https://bit.ly/4aNnUXy diterjemahkan oleh #Khalidmu)


Share:

Perang Iran-Israel yang Tak Terhindarkan

Oleh: Ma’mun Fandi*


Catatan penerjemah: Tulisan ini membantu pembaca memahami anatomi tidak hanya kekuatan politik Iran, tapi juga kemampuan teknis Iran yang diprediksi sudah memiliki bom nuklir, berikut gambaran singkat pengayaan uranium dan proses terkait teknologi nuklir. Dimensi Tofan Al-Aqsa, juga telah menciptakan momentum strategis, selain kekuatan proxy Iran yang telah dijalinnya di Yaman-Libanon-Suriah, menjadikan Iran sangat percaya diri untuk show off  di depan mata negara-negara Arab. Selamat menikmati.

Perang Gaza, kemajuan Iran dalam memproduksi uranium yang diperkaya, dan pengelolaan pertempuran proksi di Yaman, Lebanon, Irak, dan Suriah merupakan faktor-faktor baru yang mempercepat konfrontasi antara Iran dan Israel yang tak terhindarkan. Pada tahun 2007, saya menulis di surat kabar ini (As-Syarq Al-Awsath) tentang keniscayaan konfrontasi antara Iran dan Israel. Lebih dari satu dekade telah berlalu dan konfrontasi langsung belum terjadi. Jadi mengapa menulisnya sekarang, apalagi ekspektasi saya saat itu tidak lebih baik dari sekarang? Menurut pendapat saya, ada sejumlah faktor yang muncul di kancah regional yang membuat konfrontasi semakin dekat dengan keniscayaan, terutama yang berkaitan dengan kekalahan strategis Israel dalam perangnya di Gaza, yang kini telah memasuki bulan ketujuh. Karenanya Menteri Benjamin Netanyahu sedang mencari jalan keluar dengan memperluas perang secara regional, dengan harapan bisa memberinya waktu, sambil menunggu Donald Trump datang sebagai presiden Amerika Serikat.


Perang di Gaza telah menciptakan kebijakan strategis yang berbeda, tidak hanya di tingkat regional, tetapi juga di tingkat dialog strategis global secara keseluruhan, dan tidak diragukan lagi bahwa Iran lebih mendapat manfaat dari konteks ini dibandingkan Israel.


Melalui keterlibatannya di Yaman, Iran dapat memastikan bahwa mereka mampu mempengaruhi gangguan navigasi di Laut Merah, dan perilaku Israel di Gaza yang mencapai tingkat genosida membuat banyak negara Arab tidak mau bergabung dengan koalisi Amerika. terkait keamanan Laut Merah. Bahwa kelompok primitif, seperti gerakan Badr al-Din al-Houthi, dapat mengganggu navigasi dari Bab al-Mandab ke Terusan Suez, dan peran Iran di dalamnya, semakin menambah kemarahan dunia terhadap Iran. Israel dapat memanfaatkan situasi kemarahan ini untuk berperang melawan Iran demi menghapus reputasinya yang benar-benar ternoda dengan kejutan “Tofan Al-Aqsa”, ketidakmampuan intelijennya mengantisipasi serangan 7 Oktober 2023, dan kegagalan tentara Israel dalam merespons ancaman ini secara tepat waktu, semua ini telah menjadikan reputasi tentara dan intelijen Israel menjadi subyek keraguan global yang besar. Untuk memulihkan citra lamanya tentang tentara yang tak terkalahkan dan intelijen yang tidak pernah tidur, Israel harus melakukan konfrontasi serius dengan negara besar di kawasan ini, dan Iran adalah target yang tepat. Akankah dia mampu melakukannya?


Hal kedua dan terpenting adalah bahwa Iran saat ini mampu memproduksi sepuluh bom nuklir, dan berada di ambang pengumuman atau pengujian, menurut laporan khusus. Pada tahun 2007, ketika saya menulis tentang konfrontasi yang tak terhindarkan, tim yang mengkhususkan diri dalam mengevaluasi program nuklir Iran di Institute for Strategic Studies di London memperkirakan bahwa Iran mampu memasang tiga unit mesin sentrifugal, masing-masing berkapasitas 164 mesin. Namun pada periode itu, Iran baru mampu menstabilkan satu unit, dan tidak mampu mengkoordinasikan antar unit lainnya untuk memproduksi heksafluorida dan uranium yang diperkaya dalam jumlah yang cukup untuk membuat satu bom.


Tim yang bekerja di bidang ini bukanlah tim politik, tetapi tim ilmiah yang memiliki sisi politik. Mereka semua adalah ilmuwan, dan beberapa dari mereka mengunjungi Iran untuk memastikan kemampuan tersebut. Jika Iran mampu memproduksi bom (katakanlah) pada tahun 2010; Jadi berapa banyak bom yang bisa dihasilkan setelah 14 tahun menguasai teknologi dan memahami masalah mesin sentrifugal? Saya memperkirakan bahwa Iran saat ini bisa memiliki sekitar sepuluh bom, dan ini bukan perkiraan saya saja, tetapi juga penilaian para ilmuwan pakar.


Pada tahun 2014, Iran mengumumkan bahwa 3.000 sentrifugal baru akan dipasang di fasilitas Natanz. Tentu saja tidak naif jika dia mengklaim memiliki 3.000 sentrifugal yang setara dengan 18 unit. Jumlah tersebut cukup untuk mampu memperkaya sejumlah uranium yang mampu menghasilkan lebih dari satu bom nuklir.


Untuk memperjelas hal ini, saya harus menjelaskan kompleksitas proses pengayaan, yang saya yakini telah dikuasai Iran setelah satu dekade menguasai ubun-ubunnya. Di sini saya akan mencoba menyederhanakan proses pengayaan yang kompleks agar dapat dipahami oleh pembaca pada umumnya.


Pertama, uranium biasa di tambang mengandung 0,7 persen isotop U235. Sisa normal mewakili U238; 0,7 persen itulah yang digunakan untuk pengayaan. Proses pengayaan merupakan upaya untuk meningkatkan U235 menjadi 5 persen, bukan 0,7 persen, yang dibutuhkan oleh reaktor modern. Pengayaan dilakukan baik dengan centrifuge, atau dengan agregasi internal. Ini merupakan upaya untuk mengisolasi, setidaknya, 85 persen U238 murni dengan memasukkan heksafluorida melalui dua cara (Aliran 2); Salah satu caranya adalah dengan memperkaya uranium, dan cara lainnya adalah dengan mengurasnya.


Setelah mencapai tingkat pengayaan yang diperlukan, uranium yang diperkaya ditempatkan di pusat sentrifugasi untuk memperoleh konsentrasi U235 sebesar 5 persen.


Pada tahun 2014, Iran melaporkan bahwa kemurnian yang mereka capai untuk U235 adalah 35 persen, jauh lebih rendah dari persentase yang disyaratkan (85 persen), dan Iran belum mencapai konsentrasi U235 lebih dari 3 persen, juga lebih rendah dari persentase yang disyaratkan ( 5 persen). Studi strategis mengkonfirmasi bahwa Iran saat ini benar-benar memiliki 18 unit yang seperti yang diumumkan olehnya, dan dengan demikian saat ini mampu, dari sisi keahlian SDM dan teknis, mengoperasikannya secara bersamaan sebagai tahap pertama dari tahap yang beragam dan kompleks untuk mendapatkan uranium yang diperkaya.


Setelah operasi intelijen yang dilakukan oleh Israel dan diumumkan oleh Netanyahu pada tahun 2018 dengan cara teatrikal di mana ia menyajikan dokumen dan menyombongkan kemampuan intelijen Israel, terdapat keyakinan di dalam Israel bahwa hanya tinggal menunggu beberapa bulan saja sebelum Iran mendapatkan haknya atau mengumumkan bahwa mereka telah memperoleh bom tersebut. Keyakinan ini, yang terus meningkat pasca “Tofan Al-Aqsa” sebagai akibat dari ketakutan Israel terhadap ancaman eksistensial, inilah yang menjadikan konfrontasi semakin dekat dan tak terhindarkan.


Mengenai pengelolaan pertempuran proksi, terutama di front Lebanon dan Suriah, hal ini menimbulkan kekhawatiran eksistensial bagi Israel, dan oleh karena itu perang kali ini tak terhindarkan lagi. Kemampuan Hizbullah saat ini bukanlah kemampuan yang dihadapi Israel pada tahun 2006. Hizbullah telah memasuki dunia drone dan telah menunjukkan kemampuan yang baik untuk menyesatkan “Iron Dome,” dan dukungan Houthi saat ini dianggap sebagai nilai tambah, selain kemampuan Iran di Suriah, yang tidak banyak kita ketahui.


Setelah semua penjelasan ini, dan memahami dilema dalam negeri Netanyahu, perang dengan Iran menjadi tuntutan atau kebutuhan Israel lebih tinggi dibanding kebutuhan Iran.


* Mantan profesor ilmu politik di Universitas Georgetown, dia sekarang bekerja sebagai direktur Institut Studi Strategis London. Dia menulis di banyak surat kabar, termasuk Washington Post, New York Times, Financial Times, dan Guardian, dan secara teratur di Christian Science Monitor dan Asharq Al-Awsat. Ia memiliki banyak buku dalam bahasa Inggris dan Arab, yang terbaru adalah “Urbanisme dan Politik: Teori untuk Menjelaskan Keterbelakangan 2022.”


(Terbit di As-Syarq Al-Awsath, Referensi: https://bit.ly/3Q4RKyx diterjemahkan oleh Khalidmu)


Share:

Minggu, 14 April 2024

Iran Lancarkan Serangan Balas Dendam Terhadap Israel &

Diprediksi Jadi Peristiwa Terkini Paling Berbahaya & Terjadi Syok Minyak


Dalam serangan langsung pertamanya terhadap Israel, Iran meluncurkan ratusan drone serangan bunuh diri serta rudal jelajah dan balistik ke negara tersebut pada hari Sabtu sebagai tanggapan atas serangan Israel terhadap kompleks diplomatik Iran di Damaskus pada tanggal 1 April.


Ketika perang Israel dengan Hamas tidak menunjukkan tanda-tanda akan membuahkan hasil, serangan tersebut menandai momen gejolak besar lainnya di Timur Tengah yang mengancam akan membawa kawasan ini ke dalam konflik yang lebih luas. Keputusan Iran untuk melakukan pembalasan terhadap Israel dari wilayahnya sendiri menimbulkan keheranan di kalangan para ahli, meskipun serangan tersebut tampaknya telah dikalibrasi dengan cermat untuk menghindari perang skala penuh.


“Ini sangat signifikan, karena Iran menghindari serangan langsung terhadap Israel, dan biasanya memilih untuk menggunakan kekuatan proksi untuk seolah-olah melindungi mereka dari pembalasan,” kata Michael Mulroy, mantan pejabat pertahanan AS.


Sirene meraung di seluruh Israel pada Ahad dini hari di Negev, Dimona, dan Yerusalem, dan intersepsi meluas hingga ke pinggiran kota Tel Aviv, sementara jet tempur Israel melakukan patroli di Tel Aviv dan kota-kota besar lainnya.


Koalisi yang dibentuk secara tergesa-gesa yang terdiri dari AS, Inggris, dan militer regional lainnya, termasuk Yordania, membantu Israel dalam menumpulkan serangan tersebut dan berhasil menjatuhkan banyak gelombang pertama drone dan rudal Iran sebelum mereka mencapai wilayah udara Israel, kata dua pejabat AS kepada Foreign Policy.


Drone yang dipilih Iran untuk diluncurkan ke Israel termasuk drone yang bergerak lebih lambat dan dirancang untuk penggunaan taktis, kata para pejabat tersebut—indikasi lain bahwa Teheran kemungkinan mengurangi responnya untuk menghindari eskalasi lebih lanjut.


Hingga Ahad dini hari, satu-satunya korban yang dilaporkan dalam serangan Iran adalah seorang gadis Arab Badui berusia 10 tahun yang terluka akibat jatuhnya pecahan peluru di gurun Negev. Anak itu dirawat di rumah sakit karena luka-lukanya.


Laksamana Muda Pasukan Pertahanan Israel Daniel Hagari mengatakan sistem pertahanan udara jarak jauh Arrow Israel mencegat sebagian besar rudal Iran di luar wilayah udara Israel, meskipun senjata tersebut menyebabkan kerusakan infrastruktur di salah satu pangkalan militer. Iran meluncurkan lebih dari 200 proyektil ke Israel berdasarkan perhitungan Hagari.


Gedung Putih mengutuk serangan itu dan mengatakan dukungan AS terhadap Israel tetap “kuat.” Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara melalui telepon dengan Presiden AS Joe Biden pada Sabtu malam waktu Washington untuk memberitahu dia tentang serangan itu. Menteri Pertahanan Inggris Grant Shapps mengumumkan bahwa Inggris akan mengerahkan lebih banyak aset Angkatan Udara Kerajaan ke wilayah tersebut dibawah operasi kontra-ISIS yang ada di Irak dan Suriah dan bahwa jet-jet ini akan “mencegat setiap serangan udara dalam jangkauan misi kami yang ada, sebagaimana diperlukan."


Serangan ini adalah yang terbesar yang dilakukan Iran di kawasan ini sejak serangan pesawat tak berawak terhadap kilang minyak Saudi pada tahun 2019 dan serangan terhadap pangkalan udara Irak yang menampung pasukan AS pada tahun 2020 sebagai tanggapan atas serangan pesawat tak berawak AS yang menewaskan Qassem Suleimani, yang memimpin Pasukan elit Quds Iran.


Namun Iran juga tampaknya telah mengirimkan telegram mengenai serangan terhadap Israel jauh sebelumnya, sehingga memberikan Israel dan sekutunya banyak waktu untuk mempersiapkan pertahanan udara mereka, sebuah langkah yang ditafsirkan oleh beberapa pakar regional dan pejabat AS sebagai upaya yang diperhitungkan untuk mengurangi risiko eskalasi lebih lanjut. Beberapa jam sebelum serangan, Yordania dan Israel menutup wilayah udara mereka untuk lalu lintas komersial, sementara kapal tanker AS mengisi bahan bakar jet tempur AS yang melintasi langit Irak.

(Artikel ditulis oleh  Jack Detsch and Robbie Gramer Diterbitkan oleh: Foreignpolicy.com, terbit 13 April 2024, jam 18:23, Referensi: https://foreignpolicy.com/2024/04/13/iran-israel-drone-strikes-retaliation-damascus/ diterjemahkan oleh #Khalidmu)


Prediksi Akan Terjadi Syok Minyak


Komandan angkatan laut Garda Revolusi Iran, Alireza Tangsiri, mengatakan pada hari Selasa bahwa kehadiran Israel di UEA dipandang sebagai ancaman oleh Teheran dan dapat menutup Selat Hormuz jika dianggap perlu. Sekitar seperlima dari total konsumsi minyak dunia melewati selat ini setiap hari.


Minyak telah melonjak ke harga tertinggi sejak Oktober karena Israel bersiap menghadapi kemungkinan serangan balasan dari Iran, sebuah perkembangan yang akan mengancam gangguan besar di wilayah tersebut. Patokan global Brent melonjak sebanyak 2,7 persen menjadi $92 per barel, tingkat yang terakhir dicapai pada hari-hari awal perang, Bloomberg melaporkan. OPEC telah memperpanjang pemotongan sukarela sebesar 2,2 juta barel per hari untuk menjaga stabilitas pasar. Para analis memperkirakan bahwa jika serangan Iran mengakibatkan perang yang lebih luas, harga bisa naik di atas $100 per barel.


Eskalasi akan menimbulkan tekanan inflasi pada perekonomian global yang berada dalam mode perlambatan. Karena India mengimpor sekitar 85 persen kebutuhan minyak mentahnya, peningkatan inflasi berarti pembalikan penurunan inflasi.


Reserve Bank of India (RBI) pekan lalu mempertahankan kebijakan suku bunga dan sikap moneternya untuk pertemuan tinjauan ketujuh berturut-turut dengan alasan ketidakpastian harga pangan, sehingga menunda dimulainya siklus pelonggaran suku bunga yang sangat dinantikan.


Reserve Bank of India (RBI) pekan lalu mempertahankan kebijakan suku bunga dan sikap moneternya untuk pertemuan ketujuh berturut-turut dengan alasan pemasaran harga pangan, sehingga mengakhiri dimulainya siklus pelonggaran suku bunga yang sangat dinantikan.


Reserve Bank of India (RBI) pekan lalu mempertahankan kebijakan suku bunga dan sikap moneternya untuk pertemuan peninjauan ketujuh berturut-turut dengan alasan lintasan harga pangan yang tidak menentu, sehingga menunda dimulainya siklus pelonggaran suku bunga yang sangat dinanti-nantikan sambil memperpanjang status quo menjadi setidaknya 16 bulan. Risiko terhadap stabilitas harga belum sepenuhnya hilang, kata Gubernur RBI Shaktikanta Das.


Laporan terkini menunjukkan bahwa inflasi konsumen turun di bawah 5% untuk pertama kalinya dalam lima bulan di bulan Maret, turun menjadi 4,85% dibandingkan dengan 5,09% di bulan sebelumnya. Namun, para ahli mengindikasikan bahwa hal ini tidak akan menghalangi Reserve Bank of India untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat, karena bank sentral tersebut memantau musim hujan dan faktor eksternal lainnya. Dengan faktor tambahan yaitu melonjaknya harga minyak dan LNG akibat kemungkinan eskalasi antara Iran dan Israel, penurunan suku bunga dapat lebih ditunda. Harga bahan bakar yang lebih tinggi mendongkrak biaya transportasi sehingga berdampak pada beberapa jenis barang konsumsi. Harga minyak yang lebih tinggi juga berarti tagihan impor yang lebih besar yang akan memperburuk defisit transaksi berjalan.


(Terbit pada 13 April 2024, jam 20:50 https://economictimes.indiatimes.com/news/india/are-israel-and-iran-headed-for-a-war-know-what-can-happen/articleshow/109273932.cms?utm_source=contentofinterest&utm_medium=text&utm_campaign=cppst diterjemahkan oleh #Khalidmu)



Share: