Oleh: Mustafa Barghouti
Pusat Informasi Palestina - Selasa, 11 Maret 2025, pukul 14.46
Di tengah konflik hebat yang berkecamuk di dalam dan sekitar Palestina, kesalahpahaman muncul dari waktu ke waktu tentang tabiat musuh yang sedang dihadapi oleh bangsa-bangsa di kawasan ini khususnya bangsa Palestina. Tentu saja, kesalahpahaman konseptual selalu mengarah kepada gangguan dan kebingungan kebijakan, atau kepada tersebarnya ide-ide menyesatkan yang membenarkan kelemahan dalam menghadapi tantangan. Agar tidak kehilangan visi strategis di tengah reaksi taktis dan emosi sementara yang cepat berlalu, aturan dasar berikut harus diperjelas untuk memahami perilaku para pemimpin Israel dan gerakan Zionis secara umum.
Pertama, Israel bukan sekadar entitas yang diciptakan oleh kondisi historis tertentu. Sebaliknya, Israel adalah proyek pemukiman kolonial yang didasarkan pada gagasan Talmud imajiner bahwa Palestina, Yordania, dan sebagian besar Mesir, Suriah, Lebanon, Irak, dan Arab Saudi bagian utara merupakan Tanah Israel Raya yang dijanjikan Tuhan kepada orang-orang Yahudi ribuan tahun yang lalu. Meskipun hanya sebagian kecil saja dari mereka yang tinggal di sana untuk waktu yang singkat. Tidak ada ruang di dalam batas-batas "Israel Raya yang dikhayalkan" itu bagi rakyat Palestina atau bangsa-bangsa lainnya. Gagasan-proyek ini adalah acuan dasar yang tertanam dalam benak semua pemimpin gerakan Zionis, dari sayap kanannya hingga sayap kirinya (jika ada), dan dia merupakan dasar ideologis bagi semua kebijakan, praktik, dan peperangan Israel.
Kedua, penerapan gagasan tersebut bergantung pada keseimbangan kekuatan, dan mungkin melibatkan solusi dan jeda sementara, di mana Israel dan gerakan Zionis akan dipaksa menerimanya berdasarkan keseimbangan kekuatan yang ada, seperti perjanjian damai dengan beberapa negara Arab atau perjanjian gencatan senjata sementara. Meskipun demikian, semua jeda dan kesepakatan sementara tidak serta merta membatalkan proyek dasar yang disebutkan di atas, tetapi justru berfungsi untuk mencapai tujuan akhirnya.
Ketiga, proyek Zionis - sejak awal mulanya, dan masih - berkaitan dengan negara-negara kolonial dan proyek-proyek Barat, yang memandangnya sebagai sekutu strategis alami untuk menguasai bangsa-bangsa di daerah ini (dan Timur Tengah secara umum) dan kekayaan mereka, dan guna mencegah terbentuknya kekuatan yang terorganisasi dan bersatu di sana. Mereka melihatnya sebagai sumber kekuatan dan dukungan yang tanpanya mustahil untuk melaksanakan proyek Zionis dan mengubahnya dari sekadar ide menjadi kenyataan.
Interaksi antara gagasan Zionis dan kekuatan kolonial dimulai pada masa Napoleon Bonaparte dan kampanyenya di daerah ini, dan berlanjut hingga menggoda Kaisar Jerman, dan bahkan mencoba menjalinnya dengan Daulah Utsmaniyah, yang menolaknya. Namun, aliansi terdalam dan terkuat yang berhasil adalah dengan pemikiran Zionis Evangelis di Inggris, dan kemudian di Amerika Serikat, tempat gerakan Zionis menemukan panggilannya dan sumber terkuat bagi dukungan dan sokongan material, intelektual, dan ideologis.
Sejak awal, gerakan Zionis terus memainkan peran kolonial fungsional dalam melayani kepentingan kolonial dan imperialis di kawasan dan dunia. Negara ini merupakan tangan kanan dan kiri kolonialisme Inggris dan Prancis dalam agresi tahun 1956 terhadap Mesir dan Revolusi Aljazair, dan kemudian pada tahun 1967 menyerang gerakan kemerdekaan Arab. Dia merupakan sekutu terbesar rezim diktator Shah Iran dan pelatih aparat SAVAK yang represif. Dia juga turut serta dalam penculikan pejuang kemerdekaan Maroko Mehdi Ben Barka dan menghabisinya, dan menjadi sekutu terdekat rezim apartheid rasis di Afrika Selatan... dan masih banyak lagi.
Keempat, meskipun sebagian besar gerakan Zionis, khususnya pada tahun 1930-an dan 1940-an, mengadopsi kedok kiri untuk melayani tujuan mereka, karena keseimbangan kekuatan global pada saat itu, dan kecenderungan kelompok Yahudi terhadap pemikiran kiri karena mereka terpapar oleh penganiayaan anti-Semit sebagai kaum minoritas di Eropa, ideologi Zionis pada dasarnya tetap religius dan fundamentalis. Pemikiran Zionis Talmudik yang fanatik dan ekstrimis merupakan salah satu pendorong terpenting perilakunya selama periode ini. Bahkan, partai-partai agama ekstremis Israel menjadi salah satu elemen terpenting yang mempengaruhi kebijakan Israel, perluasan permukimannya, dan kecenderungan militernya yang agresif.
Kelima, gerakan Zionis tidak pernah menjadi gerakan lokal. Sebaliknya, gerakan ini adalah gerakan global yang bekerja tanpa lelah untuk merekrut dan mengeksploitasi orang-orang Yahudi di seluruh dunia. Saat ini, gerakan ini merekrut sebagian besar kaum Evangelis Zionis, khususnya di Amerika Serikat dan Inggris, dan mengeksploitasi pengaruh finansial dan ekonomi mereka untuk mengendalikan pemilihan umum dan hasilnya di negara-negara Barat, khususnya, tetapi tidak secara eksklusif. Contoh yang paling menonjol adalah apa yang dilakukan lobi Zionis untuk mempengaruhi pemilihan legislatif dan presiden di Amerika Serikat.
Keenam, seiring meningkatnya konflik dengan rakyat Palestina dan rakyat di kawasan itu, terjadi pergeseran yang berbahaya dalam gerakan Zionis, yang ideologinya selalu dicirikan oleh rasisme ekstrem, ke arah fasisme. Genosida yang telah dan sedang dilakukan di Jalur Gaza, proyek pembersihan etnis menyeluruh terhadap rakyat Palestina, dan kejahatan perang lainnya, seperti hukuman kolektif dan menciptakan kelaparan, hanya dapat dijelaskan sebagai produk dari ideologi dan kebijakan fasis yang berbahaya, yang belum pernah disaksikan dunia sejak Perang Dunia II. Pergeseran ini sepenuhnya sejalan dengan pergeseran serupa di negara-negara Barat lainnya menuju rasisme sayap kanan dan fasisme.
Ketujuh, pemukiman dan perluasan yang sedang berlangsung di Tepi Barat bukanlah fenomena yang hanya terjadi sesaat, atau terbatas pada sekelompok ekstremis. Sebaliknya, hal itu merupakan implementasi aktual dari keseluruhan proyek pemukiman, yang direplikasi di Tepi Barat, termasuk Al Quds, perluasan pemukiman dan rekayasa ulang realitas geografis dan demografis yang terjadi di wilayah tahun 1948. Hal yang sama juga dilakukan di Dataran Tinggi Golan yang dijajah, dan akan dilaksanakan di wilayah geografis mana pun yang dapat dijajah dan dikuasainya.
Kedelapan, gerakan Zionis dan para penguasa Israel senantiasa siap melancarkan serangan paling dahsyat dan ganas terhadap siapa pun yang menentang rencana awal mereka, apa pun bentuk perlawanannya: bersenjata, kerakyatan, damai, atau bahkan sekedar perlawanan pemikiran dan omongan. Serangan-serangan ini tidak hanya menggunakan kekuatan dan kekerasan bersenjata, tetapi juga media, hasutan, dan lobi, yang seringkali lebih kuat daripada alat militer, untuk memaksakan hegemoni narasi Zionis atas konflik yang sedang berlangsung, untuk memobilisasi dukungan bagi Israel dan gerakan Zionis, dan untuk menekan kekuatan dan gerakan yang mendukung perjuangan rakyat Palestina. Menjelma dalam bentuk menjelek-jelekkan lawan, mendistorsi citranya, dan melabelinya sebagai teroris merupakan alat terpenting dalam kampanye yang dilancarkan terhadap siapa pun yang menentang proyek Zionis.
Apa yang kita saksikan hari ini dalam bentuk hasutan dan penghujatan terhadap Hamas dan pasukan perlawanan lainnya, dan melaluinya, menghujat seluruh rakyat Palestina, itu hanyalah sebuah contoh perilaku yang telah diulang-ulang bersama kekuatan lain di masa lalu. Jika Hamas tunduk, menerima Perjanjian Oslo, mengakui Israel, dan setuju untuk hidup berdampingan dengan penjajah dan permukiman Yahudi, perilaku Israel terhadapnya akan berbeda. Tetapi itu tidak akan menjamin kelangsungan hidupnya atau kelangsungan hidup rakyat Palestina di Palestina. Sebelum Hamas, Fatah, pasukan Palestina lainnya, dan PLO dicap sebagai teroris, dan masih dicap sebagai teroris di Kongres AS, karena mereka ikut serta dalam menentang proyek Zionis. Semua orang ingat bagaimana almarhum Yasser Arafat menjadi sasaran serangan Zionis, meskipun ada Perjanjian Oslo, hanya untuk kemudian diketahui bahwa perjanjian itu adalah jebakan. Dan bagaimana ia dicap sebagai teroris terbesar bahkan pasca mendapatkan anugerah Hadiah Nobel Perdamaian, kemudian dia dikepung dan diisolasi hingga ia dibunuh.
Tidak ada ruang di sini untuk membahas lebih jauh tentang kedelapan prinsip ini. Tetapi pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip tersebut dan pemahaman tentang isinya sangat penting bagi siapa pun yang ingin memahami, terlibat dalam, atau berpartisipasi dalam konflik eksistensial yang terjadi di Palestina dan kawasan ini. Masih saja permasalahan fundamental dalam tindakan pemerintah Palestina, dan tindakan banyak pihak secara regional, masih terus saja bergantung kepada ilusi kompromi dengan gerakan Zionis. Gerakan yang telah mengatakan dan melakukan segala yang mungkin dan melakukan semua kejahatan yang mungkin untuk menyampaikan pesannya bahwa tidak ada ruang untuk kompromi dengan rakyat Palestina. Memang, gerakan Zionis telah menghancurkan setiap proyek ke arah itu, termasuk Perjanjian Oslo, yang digunakannya untuk sementara waktu untuk menggeser keseimbangan kekuasaan demi keuntungannya. Meskipun strategi yang dideklarasikan oleh para penguasa Israel saat ini, serta para pemimpin oposisi Zionis, adalah untuk menyelesaikan konflik dengan rakyat Palestina dan mengakhiri kehadiran mereka di tanah Palestina bersejarah.
Ilusi kompromi disertai dengan ilusi lain: bahwa Amerika Serikat dapat menjadi mediator yang jujur dalam konflik yang sedang berlangsung, meskipun penegasannya terus-menerus, baik dalam kata-kata maupun tindakan, bahwa ia adalah sekutu strategis Israel. Ini tidak berarti bahwa tidak mungkin untuk kadang-kadang mengambil keuntungan dari celah taktis dan perselisihan yang muncul dari waktu ke waktu antara Israel dan Amerika Serikat, tetapi itu satu hal, dan menganggap Amerika Serikat sebagai mediator yang adil adalah hal yang lain lagi.
Hanya ada satu penjelasan bagi mereka yang terus menerus berpegang pada ilusi yang telah berulang kali terbukti salah: yaitu gagal dalam memahami realitas, atau tidak mampu, ketakutan, atau tidak adanya tindakan ketika menjalankan tugas yang tidak dapat dihindari dari konflik yang sedang berlangsung: mengadopsi strategi terpadu untuk menggeser keseimbangan kekuatan yang menguntungkan rakyat Palestina dan bangsa-bangsa Arab, dalam menghadapi proyek Zionis yang agresif, sebagai ganti dari kerja sia-sia untuk bersembunyi dari konfrontasi melawan proyek tersebut dan dampaknya yang destruktif.(KHO)
—--
Sumber:
https://palinfo.com/news/2025/03/11/942920//