Houthi Dari Dalam: Yang Anda Tidak Ketahui Tentang Houthi!
Oleh: Muhammad Al-Qadi
Penulis dan jurnalis Yaman
Aljazeera - 5/2/2024 | Pembaruan terakhir: 7/2/202405:11 PM (Waktu Mekkah)
Pasukan pro-Houthi berkumpul di Sanaa setelah serangan AS dan Inggris terhadap posisi mereka (Anadolu) Sumber pengambilan foto Aljazeera.
Kelompok Houthi bukanlah produk sejarah Yaman dalam dua dekade terakhir, seperti yang diyakini sebagian orang. Ia bukanlah gerakan politik yang muncul akibat batasan demokrasi yang merupakan hasil dari situasi dan kondisi pasca-penyatuan dua wilayah Yaman Selatan dan Yaman Utara pada tahun 1990. Akan tetapi, ia merupakan kelanjutan dari proyek Imamiyah yang benihnya telah ditanam di Provinsi Saada dan wilayah utara oleh apa yang disebut Imam al-Hadi ila al-Haqq Yahya bin al-Hussein al-Rassi pada tahun 893 M, yang kemudian dikenal dengan Mazhab Al-Hadawi.
Maka dari itu, dia merupakan turunan dari mazhab dan sistem yang telah berlangsung selama lebih dari 1.100 tahun, yang terkonsentrasi pada paham “ِAl Batnain atau Al Batnaan” ِyang berlandaskan pada seleksi Ilahiah dan keekslusifan imamah dan kepemimpinan umat pada keturunan dua cucu: Al-Hassan dan Al-Hussein hingga hari kiamat.
Keterlibatan Taktis
Meskipun pemikirannya senada dan sependapat dengan Madzhab Zaidiyah, namun dia berbeda darinya dalam banyak aspek dan tidak terikat misalnya dengan 14 syarat yang ditetapkan Mazhab Zaidiah bagi pemangkuan jabatan imamah di banyak tahapan sejarahnya. Sebagaimana yang terjadi pada era Daulah Qasimiyah yang menguasai sebagian besar Yaman, dan selama periode kekuasaannya berubah menjadi monarki turun-temurun, dan juga sebagaimana yang terjadi pada pemerintahan Imamah terakhir di Yaman sebelum meletusnya Revolusi 26 September, yang didukung dan disokong oleh mendiang Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser pada tahun enam puluhan abad lalu.
Kaum Houthi menuai buah dari pemikiran ini dan usaha para tokohnya, yang terlibat secara taktis dalam pemerintahan republik yang muncul pasca Revolusi September yang disebutkan di atas, dan perang saudara berikutnya yang berakhir dengan rekonsiliasi nasional, dan berupaya untuk memperkuat kehadiran elemen-elemennya di lembaga-lembaga negara dan fasilitas-fasilitas negara yang sensitif. Eksistensinya sebagai negara dalam negara di dalam wilayah Yaman, jika kita boleh menggambarkannya seperti itu, dia bekerja keras untuk menyiapkan suasana dan kondisi agar dapat kembali memerintah Yaman.
Setelah penyatuan Yaman, muncul kelompok pemuda pertama yang bernama: Al-Syabab-ul-Mu’min atau “Pemuda Beriman.” Memanfaatkan kekhawatiran mendiang Presiden Ali Abdullah Saleh tentang meningkatnya kekuatan Partai Islah, atau Ikhwanul Muslimin Yaman sebagaimana sebagian orang menyebutnya, serta pertikaian yang berkembang antara dua mitra dalam persatuan: Partai Kongres Rakyat Umum, yang dipimpin oleh Ali Saleh, dan Partai Sosialis Yaman, yang dipimpin oleh Ali al-Beidh, entitas baru ini menerima dukungan tersirat dari Saleh dalam upayanya mempermainkan pertentangan yang ada dan “menari di atas kepala ular”, sebagaimana yang biasa diistilahkan.
Pada awal abad ini, Hussein Badr al-Din al-Houthi berbalik melawan mitranya pendiri gerakan “Pemuda Beriman”, menurut kisah para pendirinya yang paling terkemuka, dan mengambil alih kendali gerakan tersebut. Gerakan tersebut dikenal setelah itu, dan sejak kemunculannya secara bersenjata, sebagai “Kelompok Houthi,” sebelum kemudian menyebut dirinya sebagai “Kelompok Ansar Allah.”
Pencapaian Lapangan
Pendiri kelompok Houthi, yang merupakan anggota parlemen pertama setelah tercapainya persatuan Yaman, mewakili daerah pemilihannya, melancarkan perang pertamanya melawan otoritas pemerintah pada tahun 2004 setelah ketegangan sebelumnya di mana para pendukungnya merampas pendapatan finansial dan menguasai beberapa wilayah yang berada dalam pengaruh mereka di benteng utama mereka di Provinsi Saada di Yaman utara atas dasar ideologis. Ia terbunuh dalam putaran pertama perang di tahun yang sama.
Adiknya, Abdul-Malik al-Houthi, mengambil alih kepemimpinan kelompok tersebut setelahnya, dan bertempur dalam lima perang berikutnya yang berlangsung hingga tahun 2010. Dalam setiap putaran, kelompoknya meraih keuntungan ekspansionis di lapangan dan keuntungan politik, dengan memanfaatkan perbedaan yang dinyatakan dan tidak dinyatakan antara Ali Abdullah Saleh dan mitranya dari kalangan militer, suku-suku, dan para politikus yang berkuasa, dan keterampilan sayap politiknya, yang memainkan peran cemerlang dalam memecah belah pemerintahan yang berkuasa.
Peristiwa Musim Semi Arab dan protes pemuda Yaman terhadap rezim Ali Abdullah Saleh memberikan kesempatan berharga bagi Houthi, yang dengan licik mempermainkan kontradiksi pasukan Yaman, baik yang bersekutu maupun yang bertikai.
Mereka menyatakan simpati mereka terhadap Gerakan Selatan dan mendirikan tenda-tenda mereka di alun-alun perubahan bersama para pemuda revolusi. Pada saat yang sama, mereka terus berkomunikasi dengan presiden yang sedang dalam krisis karena meningkatnya protes terhadapnya tidak berhenti. Protes-protes tersebut - dan kesepakatan yang mereka hasilkan pada tokoh-tokoh lemah untuk mengelola fase transisi - memungkinkan mereka untuk menggulingkan jalur politik dan mengambil alih kendali bersenjata atas Sana'a, yang pasukannya telah mengetuk pintunya sejak 2009.
Pengalaman yang bertumpuk dari proyek yang mereka wakili dan keahlian serta kecerdikan para politisi kawakan di dalamnya, memungkinkan mereka memahami kepekaan tetangga dan kekuatan luar dan ketakutannya akan partai dan kelompok yang muncul dari revolusi Musim Semi Arab, khususnya yang Islam, dan memanfaatkan pengaruh mereka.
Posisi Membingungkan
Sama seperti perang di Yaman yang telah memperkuat kekuatan Houthi di dalam negeri, pemboman Amerika-Inggris saat ini melegitimasi kehadiran populer mereka di tingkat bangsa Arab dan dunia Islam. Dan juga memberi mereka simpati eksternal yang sangat dibutuhkan, dan menempatkan lawan lokal mereka dalam posisi yang membingungkan, khususnya karena Isu Palestina memiliki konsensus di semua kalangan dan komponen rakyat Yaman.
Hampir tidak ada yang tidak setuju bahwa solidaritas Houthi dengan Gaza dan penargetan mereka terhadap kapal-kapal komersial yang memiliki hubungan dengan Israel atau yang menuju pelabuhan-pelabuhannya – yang kemudian berkembang menjadi penargetan terhadap kapal-kapal Amerika dan Inggris di Teluk Aden dan Laut Merah – merupakan tindakan yang berani dan penting dalam konflik tersebut. Akan tetapi, Houthi telah memperoleh banyak manfaat dari berbagai peristiwa di Gaza dan telah mampu, melalui solidaritas mereka yang belum pernah terjadi sebelumnya, untuk menampilkan diri mereka kepada dunia sebagai pemain penting di kawasan tersebut.
Sebaliknya, kami tidak berlebihan ketika kami katakan bahwa, sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa ini, Houthi mengekspos dirinya sendiri dan sejauh mana kemampuannya di dalam mengocok kartu-kartu terkait perdagangan internasional dan jalur-jalur lautnya.
Pada saat yang sama, ia melarikan diri dari hak-hak dalam negeri yang hampir memojokkannya karena meningkatnya kemarahan rakyat. Itu dikarenakan memburuknya kondisi kehidupan dan terhentinya gaji pegawai sejak pecahnya perang, terutama dengan tanda-tanda perdamaian yang muncul sebelum akhir tahun lalu.
Rujukan Khusus
Peristiwa di Gaza telah memberikan kesempatan yang sangat berharga bagi kaum Houthi untuk membuktikan kebenaran slogan-slogan yang mereka lontarkan sejak kemunculan mereka secara bersenjata di awal abad ini, dan apa yang tercantum dalam "catatan-catatan" sang pendiri kelompok tersebut, Hussein Badr al-Din al-Houthi, yang mereka gambarkan sebagai Al-Qur'an yang berbicara, dan yang dianggap sebagai rujukan intelektual bagi kelompok tersebut, serta dokumen intelektual dan kultural yang telah ditandatangani oleh pemimpin kelompok tersebut dengan sejumlah ulama Zaidi dalam beberapa tahun terakhir, yang menegaskan seperangkat prinsip diantaranya ide seleksi yang telah disebutkan di atas, dan permusuhan terhadap Amerika dan Israel.
Kita dapat katakan di sini; Meskipun kelompok Houthi tampak sebagai bagian dari sekte Zaidiah, kelompok ini berbeda dalam banyak hal dan memiliki rujukannya sendiri. Ada yang mengatakan: Ini merupakan kudeta terhadap warisan Mazhab Zaidiah di Yaman.
Adapun hubungannya dengan Revolusi Islam di Iran, memang Iran tidak menafikan hubungan tersebut, malah membanggakannya. Dalam beberapa kesempatan, Iran mengangkat gambar-gambar simbol dan kepemimpinannya, dan sejalan dengan ide-ide mereka, dan Houthi telah memperoleh banyak keuntungan dari dukungan Iran terhadapnya. Pelru diingat bahwa akar historisnya bermula dari sebelum Revolusi Khomeini di Iran, sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya, dan karena itu bukan tidak mungkin Iran memiliki visi khusus, terutama setelah kehadiran regional dan internasional yang telah dicapainya belakangan ini.(KHO)
—
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar