Youtube Channel

About

Selamat datang di Blog Analis Palestina yang mengkhususkan diri pada opini, penerjemahan informasi dan analisa terkini terkait perkembangan yang terjadi di Palestina dan sekitarnya. Email: khalidmusholla@gmail.com

Jumat, 22 Maret 2024

Dermaga Amerika di Gaza dan Kemanusiaan yang Biadab

Oleh Dr. Mohsen Muhammad Saleh, Direktur Pusat Studi dan Konsultasi Al-Zaytouna

Pada tanggal 7 Maret 2024, Presiden AS Biden mengumumkan proyek pembuatan dermaga di #pelabuhanGaza untuk menerima “bantuan kemanusiaan” dan menyalurkannya kepada mereka yang membutuhkan, terutama di Jalur Gaza bagian utara. Dengan dalih memfasilitasi datangnya bantuan dan mempercepat lajunya. Ide tersebut hadir dalam rangka penguatan usulan koridor laut antara Siprus dan Gaza, yang perencanaannya dibuat oleh Komisi Eropa, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Yunani, Italia, Belanda, Siprus, dan UEA. Dermaga ini berada di bawah kendali Israel, yang akan memeriksa barang-barang di Siprus untuk diberikan izin shipping ke Gaza.


Diperkirakan kedatangan tentara Amerika yang akan naik “Kapal Pendukung Logistik LSV1,” yang berangkat dari pangkalan Langley-Eustis di Amerika Serikat, akan memakan waktu 30 hari, diikuti oleh tiga kapal lainnya. Pengerjaan pembangunan dermaga di pelabuhan Gaza akan memakan waktu 60 hari. Menurut pernyataan Amerika, dermaga tersebut akan mampu menyediakan dua juta makanan dan dua juta botol air setiap hari.


Hal yang menarik perhatian adalah sambutan Israel atas pembangunan dermaga tersebut, dimana Menteri Pertahanan Israel Galant menyatakan bahwa “koridor laut akan memperkuat kendali kami dan meningkatkan kemampuan kami untuk terus berperang di Gaza” dan hal ini akan berkontribusi melemahkan cengkraman Hamas. Sementara surat kabar Israel Jerusalem Post mengungkapkan bahwa Biden menerapkan ide yang telah diajukan Netanyahu pada dua pekan pertama saat perang mulai!! Artinya, dermaga tersebut akan menjadi alat menguasai dan kendali Israel-Amerika untuk memaksakan visi “Esok Hari” bagi Jalur Gaza pasca perang.

Tentu saja, Amerika Serikat bukanlah sebuah “lembaga amal.” AS adalah mitra utama dalam agresi terhadap Jalur Gaza, dan merupakan pemasok utama senjata dan bahan peledak kepada Israel yang digunakan untuk menghancurkan Jalur Gaza dan infrastrukturnya. dan membunuh serta melukai puluhan ribu anak-anak, wanita, dan orang tua. Sejak 7 Oktober 2023 hingga Maret 2024, Amerika Serikat mengirimkan lebih dari 300 pesawat kargo dan sekitar 50 kapal serta mengirimkan sekitar 35.000 ton senjata dan perlengkapannya ke “Israel,” menurut surat kabar “Israel Hayom” pada 18 Maret 2024. 

Di antara bom-bom yang dipergunakan penjajah dalam agresinya, adalah bom masing-masing berbobot 2.000 pon (907 kilogram), menimbulkan korban jiwa dalam radius 900 meter di area ledakannya dan menciptakan kawah sedalam 12 meter (sekitar 4 lantai). ), menurut New York Times pada 21/12/2023; dimana Penjajah telah melemparkan ratusan bom tersebut ke warga masyarakat Gaza!!

Amerika Serikat adalah pihak yang berada di belakang berlanjutnya agresi ini, memberikan perlindungan internasional, dan menggunakan hak vetonya di hadapan dunia yang sepakat untuk menghentikannya. AS adalah pihak yang menggunakan semua alat politiknya untuk memaksa miliu Arab dan Islam agar tetap diam terhadap agresi tersebut dan untuk bekerja sama dengan penjajah, serta mengancam pihak mana pun yang berusaha untuk memberi dukungan kepada Jalur Gaza dan gerakan perlawanannya.

Diketahui pula, gagasan koridor laut dari Siprus difasilitasi oleh pihak-pihak yang bersekutu dengan entitas Israel dalam agresinya terhadap Jalur Gaza, seperti Jerman, Inggris, Italia, selain Amerika Serikat. Oleh karena itu, gagasan pemberian “bantuan kemanusiaan” nampaknya dekat dengan gagasan bahwa sipir penjara terpaksa menyediakan makanan dalam jumlah minimum bagi para narapidana dan sandera yang dimilikinya, sampai waktu tujuannya dapat tercapai. Oleh karena itu, dermaga tampaknya menjadi kedok “kemanusiaan” yang menipu dan formalitas bagi perilaku “biadab” yang dilakukan di lapangan.

Jika pemerintah Amerika serius dalam memberikan bantuan kemanusiaan, maka cukup memberikan lampu hijau kepada pemerintah Mesir, dengan sedikit tekanan kepada Israel, untuk membuka penyeberangan Rafah agar ribuan truk yang sudah antri menanti bisa masuk di gerbang perbatasan, yang akan menyediakan berbagai kebutuhan Gaza dengan lebih cepat, lebih banyak, lebih efektif, dan lebih berkelanjutan.

Perilaku kotor dan agresif Israel sengaja menghalangi pihak mana pun yang dipercaya oleh masyarakat Jalur Gaza untuk menyalurkan bantuan dan mengawasi masuknya barang. Dia sendiri adalah penyebab kelaparan, dia sendiri yang telah menghancurkan infrastruktur Gaza, melakukan ratusan kasus pembantaian, menghancurkan rumah-rumah sakit dan sekolah-sekolah. Dia sendiri juga yang membom konvoi-konvoi bantuan dan membunuh orang-orang yang berusaha mengatur pengiriman bantuan kepada masyarakat. Dia bahkan yang sendirinya melakukan pembantaian di dekat Bundaran Nabulsi pada 29 Februari 2024, hingga menewaskan 112 warga Palestina yang datang untuk mengambil bantuan.

Pada dasarnya, di balik proyek ini adalah gagasan bahwa siapa pun yang “mengendalikan pemberian makan kepada warga masyarakat, maka dialah yang mengendalikan mereka”!! Dan masyarakat terpaksa harus menghadapinya, suka atau tidak. Hal ini karena Israel, yang dengan sengaja menjerumuskan Jalur Gaza ke dalam situasi kelaparan yang kejam dan dahsyat, ingin menghapuskan sistem pengelolaan warga masyarakat dan pengawasan kehidupan mereka dari tangan Hamas dan gerakan perlawanan agar berpindah ke tangannya, atau ke agen-agennya, yang dia percaya dan berada dibawah pengawasannya. Hal ini menjadi alasan mendasar bagi penjajah untuk menghubungi para pimpinan suku-suku di Jalur Gaza untuk mengambil alih tugas tersebut, sebagai langkah membentuk manajemen alternatif bagi Jalur Gaza, namun para pimpinan suku-suku itu menolak. Penjajah masih melanjutkan upaya dan tekanannya melalui jalur ini, dimana mereka berkomunikasi dengan petinggi Otoritas Palestina di Ramallah untuk mengambil alih tugas tersebut mengikuti syarat yang diberikannya. Juga bertemu dengan pejabat intelijen Majed Faraj untuk membentuk formasi keamanan sebagai ganti atas Hamas.

Agar tujuan penjajah dapat tercapai, dia mungkin melakukan sendiri tugas mendistribusikan bantuan di Gaza utara, untuk mencoba mewujudkan kondisi normalisasi komunikasi dengan warga masyarakat dan menghubungkan kepentingan mereka dengannya. Penjajah juga mungkin mencoba mendorong pembentukan kelompok bersenjata dengan dalih mengamankan bantuan, yang seiring waktu akan berubah menjadi milisi dan organisasi korup yang memiliki kaitan kepentingan dengannya.

Di sisi lain, Israel akan menggunakan keberadaan dermaga Amerika sebagai alasan untuk menghindari tuntutan pidana atas kelaparan, pengepungan, dan penderitaan rakyat Gaza, dengan mengklaim bahwa dia mengizinkan penyediaan kebutuhan. Pada saat yang sama, kehadiran dermaga akan memberinya lingkungan yang lebih baik untuk mempertahankan penjajahannya, dan juga akan memberinya alasan untuk menutup gerbang perbatasan Rafah (dengan adanya alternatif ini) dan dengan demikian melanjutkan kampanyenya. Untuk melakukan serangan militer di Rafah dan upaya untuk mengontrol gerbang perbatasan, dan poros Salah al-Din (poros Philadelphia) yang memisahkan Jalur Gaza dan Mesir.

Ada juga kekhawatiran bahwa dermaga ini akan digunakan untuk mengusir warga Palestina dari Jalur Gaza, dalam kondisi kelaparan dan kehancuran yang mereka derita, dan dalam suasana penjajah yang dengan sengaja mengubah kehidupan masyarakat menjadi “neraka”, sekaligus memfasilitasi jalur migrasi ke luar negeri. bekerja sama dengan Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat dan lainnya.

Dermaga tersebut juga dapat digunakan untuk melemahkan peran vital Mesir terhadap Gaza, karena Mesir merupakan satu-satunya jalur penyeberangan Gaza ke dunia (kecuali ke Israel). Oleh karena itu, dermaga tersebut dapat menjadi alternatif persaingan yang potensial dan digunakan sebagai alat untuk menekan Mesir.

Tampaknya, semata mengetahui jangka waktu yang dibutuhkan untuk membangun dermaga, yaitu satu bulan perjalanan ke Gaza dan dua bulan untuk membangunnya, yaitu tiga bulan (ini sebelum menyediakan satu minuman pun) merupakan indikator yang berbahaya atas keberlanjutan agresi, dan adanya niat terencana untuk memulihkan posisi dan mempertahankan penjajahan dengan dukungan logistik Amerika. Pembicaraan mengenai penghentian agresi atau perginya penjajah tidak mungkin dilakukan, setidaknya dalam tiga bulan ke depan. Dan kedok Amerika atas agresi ini akan terus berlanjut setidaknya untuk beberapa bulan mendatang.

Mungkin pihak Amerika bercita-cita (jika berjalan sesuai keinginan mereka) agar dermaga tersebut menjadi basis pangkalan militer Amerika yang berkelanjutan di wilayah tersebut, untuk memenuhi sebagian kebutuhan logistik mereka di Mediterania timur.

Pada saat yang sama, Biden akan berusaha menutupi kebiadabannya dengan “cover kemanusiaan” dan meningkatkan citranya di mata pemilih Amerika, terutama dari kalangan luas yang menuntut diakhirinya agresi dan komunitas Arab dan Islam, yang mungkin memainkan peran penting dan elemen yang unggul dalam posibilitas kemenangan atau kekalahannya.

Yang terakhir, jelas bahwa Israel dan sekutu Amerikanya sedang berusaha mengatur situasi untuk masa depan Gaza dengan kekuatan senjata dan dengan mencoba membuktikan fakta di lapangan, termasuk upaya untuk memisahkan Gaza utara dari selatan. Namun, upaya mereka tidak berarti bahwa mereka akan berhasil, dan upaya untuk menciptakan kesan dan ilusi tentang kemampuan mereka untuk melakukan hal tersebut tidak dapat menipu kelompok perlawanan. Kemudian, perlawanan heroik yang telah membuat panas dan melelahkan mereka di “rawa Gaza” dalam beberapa bulan terakhir, insya Allah mampu menggagalkan perencanaan mereka, mengalahkan mereka, dan mengakhiri penjajahan mereka.

(Sumber: https://bit.ly/4a28I8H, diterjemahkan oleh #Khalidmu)


Share: